Wanita muda itu kudapati tengah duduk termenung di kursi kayu depan
rumahnya.
Wajahnya murung, dan matanya berduka, tapi dia diam saja.
Wanita itu memang tak pandai mengekspresikan perasaannya, bicaranya kacau kebalik-kebalik subyek predikatnya, perlu waktu cukup lama untuk memahami kata-katanya.
Wajahnya murung, dan matanya berduka, tapi dia diam saja.
Wanita itu memang tak pandai mengekspresikan perasaannya, bicaranya kacau kebalik-kebalik subyek predikatnya, perlu waktu cukup lama untuk memahami kata-katanya.
Saat kutanya,"kamu kenapa?"
"Simbahku meninggal budhe, yang merawatku dulu sejak kecil".
"Simbahku meninggal budhe, yang merawatku dulu sejak kecil".
Aku paham kesedihannya, suaminya yang kerja serabutan
tentu saja tak cukup punya uang untuk mengantar istrinya pulang di suatu
kabupaten di jawa barat sana, meski untuk melayat nenek yang merawat istrinya
waktu kecil.
Yang menakjubkan adalah anak perempuannya yang masih berusia 3
tahun, yang juga belum fasih bicara, duduk di sampingnya, ikut termenung diam
saja. Diajak main tidak mau, diberi makanan juga tidak mau.
Seakan mengerti kesedihan ibunya, dia duduk diam menemani ibunya, tak bergerak.
Entah sampai berapa lama ibu dan anak itu dalam posisi seperti itu.
Seakan mengerti kesedihan ibunya, dia duduk diam menemani ibunya, tak bergerak.
Entah sampai berapa lama ibu dan anak itu dalam posisi seperti itu.
Terenyuh aku melihatnya, betapa kedekatan ibu dan anak dalam bentuk
yang sangat murni tampak di keduanya. Suatu fitrah yang Allah berikan, ikatan
batin ibu dan anak yang hadir tanpa rekayasa.
Kejadian itu sudah cukup lama, tetapi masih
kuingat dengan jelas ekspresinya.Hubungan batin ibu-anak memang sangat menakjubkan, sayang banyak orang tak menyadarinya meski berkesempatan merasakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar