Rabu, 23 Desember 2015

ROMEO ALIAS KECIMPRING

Kerupuk ini terbuat dari singkong yang diparut kemudian dibumbui dengan garam, bawang dan daun bawang, di cetak di atas tutup panci kemudian diuapkan di atas panci berisi air mendidih baru dijemur. Di solo dulu, kami menyebutnya romeo, entah kemana si yulietnya. He he he.

Di sinetron preman pensiun, disebutnya kecimpring.

Lamaa...saya tidak mau makan kerupuk ini. Bukan karena tidak doyan atau tidak suka. Lebih karena kerupuk ini mengingatkan saya pada ibu saya. Dulu semasa masih kecil, ibu membuat kerupuk ini untuk mendapatkan uang belanja tambahan karena penghasilan bapak sebagai pegawai negeri rendahan tidak cukup untuk menghidupi 6 anaknya. Setiap kali lihat kerupuk ini selalu teringat betapa ibu saya harus kerja keras untuk membuat kerupuk-kerupuk seperti ini. Hal itu yang membuat saya tidak tega makan si romeo ini.

Tetapi, ternyata si kecimpring ini malah sering hadir di kehidupan saya. Lewat kakak ipar saya yang tinggal di daerah jawa barat. Dia sering hadir menjadi oleh-oleh ketika mudik karena banyak tetangga-tetangganya memberi kakak saya si kecimpring ini untuk oleh-oleh saat pulang ke yogya. Maka kecimpring ini hadir dengan wajah yang berbeda , dia hadir membawa cinta. Buah dari kebaikan tetangga dan keinginan membahagiakan saudara. Maka sungguh tak pantas jika sesuatu yang hadir karena cinta saya terima dengan kesedihan.

Rasanya pun sakjane memang enak.

Maka saya mencoba untuk memaknainya berbeda, agar bisa berdamai dengan masa lalu dan tidak menjadikan kesusahan masa lalu sebagai prasasti yang dikenang dengan penuh air mata. Hayyah lebay.
Mencoba untuk memaknai bahwa kerja keras bukan sebuah kesedihan, bentuk cinta seorang ibu kepada anaknya dan contoh nyata bahwa kesulitan hidup bukan untuk ditangisi tetapi diatasi untuk kebahagiaan di masa depan. Kerja keras yang menumbuhkan cinta, kebanggaan dan kehormatan diri. Kebaikan yang tak bisa dibalas dengan emas sepenuh bumi.
Semoga kerupuk-kerupuk itu akan menjadi saksi dihadapan Allah Subhana wa Ta'alaa dan menjadi asbab berlimpahnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada ibu kelak. Amiin..‪#‎ngusap‬ airmata.

Pagi ini, kerupuk itu hadir di meja makanku juga dengan penuh cinta.

JADI BUDHE SAJA

Dulu, satu perkataan yang kurasa paling menyakitkan berkenaan dengan anak adalah ucapan, "Jenengan durung tahu ngrasakke punya anak".
Wuiih...itu sakitnya bukan hanya nusuk dada bahkan tembus ke punggung. Ha ha lebay poll.
Perkataan itu diucapkan kepadaku barangkali karena tidak tahan dengan kenyinyiranku yang sebenarnya ingin memberi nasehat atas sikapnya terhadap anaknya. Meski niatku baik tetapi mungkin dirasa tidak enak diterimanya.

Dan ucapan itu sangat ampuh untuk membuat saya diam.

Tetapi sekarang, setelah beberapa waktu berinteraksi dengan banyak anak yang beranjak besar ataupun yang sudah besar. Berusaha mendekati mereka, mengambil hati dan kalo bisa mempengaruhi mereka. Mencoba untuk memperhatikan dan menyayangi mereka seumpama anak sendiri.
Saya baru sadar ucapan mereka, "jenengan durung tahu ngrasakke punya anak"itu memang benar adanya. Ada banyak yang saya tidak tahu dan tidak bisa saya lakukan karena saya belum pernah jadi ibu.

Mendidik anak, mendampingi mereka, mengarahkan mereka ternyata lebih susah dari yang saya bayangkan. Ada sisi dari hati mereka, bagian dari sifat mereka yang hanya bisa tersentuh oleh ibu mereka. Seseorang yang dekat dengan mereka, yang kedekatannya tak akan pernah tergantikan oleh wanita lain betapapun baiknya wanita itu pada mereka.
Ikatan ibu dan anak adalah ikatan hati yang sangat spesial. Tak tergantikan.

Oleh karena itulah ibu-ibu sayang, jika anak-anak kalian sedang bermasalah maka yakinlah ibu-ibulah yang bisa menasehati mereka, merengkuh mereka kembali, menyentuh mereka dengan kedekatan hati yang hanya kalian yang punya.

Kesadaran itu juga membuat saya lebih ringan, tidak berpikir rumit-rumit dan tidak memaksa diri untuk segera melihat hasil. Padunya gak bisa ding...😉
Memang pas kalo saya berperan jadi budhe saja 😀.
Ayo...ayo...mari sini, siapa mau dekat sama budhe nyinyir tapi baik hati, nanti kita belajar bikin puisi sambil masak mi atau makaroni...

MENGHARGAI USAHA SENDIRI

Kemarin ada seorang medrep sebuah produsen obat generik datang ke apotek. Dulu saat awal dia mulai kerja sering datang ke apotek, menawarkan obat generik yang dia bawa sembari bercerita tentang kesulitan dia mengejar target penjualan yang di bebankan padanya.

Beberapa bulan kemudian dia tidak muncul di apotek.

Baru kemarin dia datang lagi membawa sebuah produk susu kedelai.
"Saya sudah tidak di **labs lagi bu, saya sudah keluar", katanya mengawali ceritanya siang itu.
"Sekarang saya bawa ini, dan merintis usaha bisnis kuliner bersama istri saya".

"Oh, sudah jadi menikah? Selamat ya ..Moga barakah, jadi keluarga sakinah,"kataku. Seingatku dia pernah cerita sedang mempersiapkan pernikahannya.
"Saya buat nasi kuning Banjarmasin sesuai daerah asal istri saya, dibungkus pakai mika itu bu. Malam itu saya racik-racik sampai jam 9. Jam 2 saya mulai masak nasinya, jam 4 saya sudah keluar nitipkan nasi kuning itu. Alhamdulillah nitip 20 habis.
Sebelumnya saya buat nasi kuning yang biasa itu bu, tapi tidak begitu laku. Yang kembali banyak, nitip 10 kembali 6. Jadi gak semangat, setelah ganti resep. Alhamdulillah habis terus. Kemarin dapat pesanan 40 bungkus", ceritanya penuh semangat.
"Sekarang habis berapa bungkus perhari?"
"Target kami 50 bungkus/perhari, tapi sampai sekarang belum tercapai. Tidak apa-apa bu, insya Allah nanti tercapai", mengakhiri ceritanya.

Selang kemudian dia pun pamit.

Senang sekali melihat semangat dan ketangguhannya. Seorang anak muda, penampilannya keren juga, seorang pengantin baru. Mau bekerja keras untuk memulai usaha dengan suatu usaha yang terlihat kecil, berapalah laba dari 20 bungkus nasi kuning? Tapi tetap optimis dan gembira meski hasil yang di dapat belum besar.

Jarang melihat seorang muda yang bisa memandang besar usahanya sendiri meski hasil itu masih kecil, mudah-mudahan kelak Allah akan menjadikan usaha kecilnya itu menjadi besar dan mencukupinya.

MENOLONG YANG LEMAH

Seorang laki-laki muda, dengan penampilan seadanya mendaftarkan putrinya di sebuah RS milik pemerintah. Dokter yang memeriksa putrinya menyarankan agar sang anak menjalani operasi . Maka sore itu dia datang bersama istri dan anaknya untuk mulai menjalani rawat inap, karena jadwal operasi telah ditetapkan keesokan harinya.

Tanpa banyak kata, diselesaikan satu-satu persyaratan administrasi yang diperlukan. Sementara istrinya dengan kemurungan yang sama duduk menanti bersama anak perempuannya dengan kediaman yang tidak berbeda. Tak ada niat untuk mencari tahu apa saja berkas yang harus diisi dan ditanda tangani suaminya, juga tak ada pertanyaan kamarnya nanti di mana, klas berapa dan kerepotan lainnya yang acap kali dipertanyakan bagi mereka yang punya banyak pilihan.

Tak berapa lama, suaminya menoleh dan berkata, “ Bu, tanda tangan”.
Pelan saja suara suaminya dengan nada yang tak yakin apakah istrinya bisa tanda tangan.
Istrinya ragu-ragu mendekat. Selesailah sudah urusan, tinggal menunggu perintah untuk masuk ke bangsal rawat inap yang disediakan.

Tersentuh aku melihat fragmen itu, ekspresi dari jiwa-jiwa sederhana yang tak punya banyak pilihan dan juga kesempatan memilih. Apa yang akan mereka terima, mereka pasrahkan sepenuhnya pada takdir yang telah ditetapkan untuk mereka. Tanpa prasangka, semua diterima apa adanya.

Mungkin mereka sendiri, mungkin mereka tak punya daya, tak banyak orang yang akan memperhatikan dan merisaukan keadaan mereka tapi sesungguhnya rahmat dan kasih sayang Allah hadir pada penderitaan mereka melalui perintah-perintahNya kepada umatnya untuk menyayangi dan menolong orang yang lemah di antara kita.

Sesungguhnya nikmat itu tidak hanya berupa berlimpahnya harta, tetapi juga ringannya hati untuk menolong dan menyayangi mereka yang lemah dan membutuhkan karena dari situlah kedekatan kepada Allah Subhana Wa Ta'alaa dapat kita raih. Tentu jika semuanya hanya ikhlash karenaNya.

MENGHILANGKAN KESEDIHAN

Saat melewati sebuah tempat yang menjadi bagian masa laluku, tiba-tiba hatiku sesak dan mataku mulai berkabut.

Ah…tiba-tiba saja kesedihan melanda, terbayang kembali masa-masa yang berat di kehidupanku, saat-saat ketika air mata ini banyak tertumpah.

Sebagiannya kulewati di tempat itu.

Beruntungnya aku segera tersadar dan tidak meneruskan lamunan kesedihanku itu.
Bukankah itu semua sudah terlewati?
Bukankah saat masa itu kulewati juga aku masih bisa tersenyum dan tetap merasakan kebahagiaan meski begitu banyak persoalan yang harus kuhadapi?
Astaghfirullahal adzim.

Setiap orang pasti pernah melewati masa-masa yang berat dalam hidupnya.
Sebagai proses pendewasaan dirinya agar kita menjadi manusia yang semakin baik dari hari ke harinya. Sebagai ujian dari Allah Subhana wa Ta’alaa untuk melihat seberapa besar keyakinan kita akan pertolonganNya.

Maka ujian-ujian itu sesungguhnya adalah jalan bagi kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan asbab berlimpahnya rahmat dan kasih sayangNya saat kita sabar dan menerima semua yang terjadi pada kita.

Mengeluh dan bersedih berlebihan selain hanya akan memperpanjang penderitaan juga menghilangkan hikmah dan pahala yang Allah sediakan.

Jangan bebani diri sendiri dengan kesedihan masa lalu.

 Ø§Ù„لهم إني أعوذبك من الهم والحزن

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa susah dan duka

DARI MBAH KEBO HINGGA MBAH CEMPLUNG

Hari libur pilkada serentak kemarin, kami berkesempatan untuk sarapan di warung makan mbah Cemplung,Kasihan Bantul, warung makan yang menyediakan ayam goreng kampung ini sudah terkenal seantero jagad. Paling tidak di jagad fesbuk, saking seringnya lihat foto orang makan di Mbah Cemplung.

Sudah berasa orang kaya saja ni, sarapan saja menyempatkan diri pergi ke tempat makan terkenal. Hi hi hi

Sebenarnya sih, awal gak ada niat ke sana. Pagi hari itu kami, aku dan suamiku dan ponakan-ponakanku, ibu dan adik iparku, rombongan pokoke, cuman berniat ke pantai Baru yang hanya berjarak 45 menit perjalanan. Mumpung libur, menghirup udara segar dan bisa pesan makanan ikan goreng/bakar kemudian makan di pinggir pantai dengan harga murah meriah. Teapi rupanya pilkada serentak memepengaruhi situasi di sana, pantai yang bisanya di pagi hari sudah rame orang yang jualan makanan, mendadak sepii…tidak ada warung yang buka. Kebetulan saja Kulon Progo tidak menyelenggarakan pilkada tahun ini, jadi kami tidak punya tanggungan untuk memilih.

Akhirnya kami memutuskan untuk ke mbah Cemplung itu saja. Meski orang yogya tapi terus terang belum pernah ke sana, dan tidak tahu tempatnya. Dibantu google maps sampailah kami di sana. Meski agak ndhelik tetapi terlihat kalo tempat ini rame dikunjungi. Ayam kampung goreng dengan bumbu, cita rasa dan suasana tradisional memang jadi daya tarik sendiri.
Mungkin Mbah Cemplung tidak akan pernah menyangka usaha ayam gorengnya bisa melegenda seperti sekarang ini, tren berburu tempat kuliner sebagai gaya hidup kekinian didukung media sosial yang sangat masif menjadi berkah tersendiri bagi usaha kuliner tertentu.

Di Kulon Progo juga ada warung makan yang mulai melegenda walau warung makannya masih sangat sederhana, adalah warung makan Mbah Kebo. Menunya juga sederhana, ayam goreng, entah ayam goreng kampung atau ayam petelur yang sudah tua yang biasanya sudah mirip ayam kampung juga, dan sayur tholo dengan Lombok ijo. Warung itu selalu rame( baru beberapa kali ke sana sih, kabarnya begitu). Selain para bikers, banyak juga pasangan muda yang menyempatkan diri ke sana. Konon dulu makan di mbah kebo itu murah sekali, tetapi semenjak rame, harganya jadi lebih mahal.
Bedanya di mbah Kebo yang jual masih simbahnya sendiri, warungnyapun belum ditata. Jika saja anak cucunya Mbah Kebo sedikit lebih peka, maka warung itu bisa dikembangkan dan menjadi legenda kuliner yang banyak dicari oleh para penikmat kuliner, mumpung jamannya masih mendukung.

Dari warung mbah Cemplung hingga warung mbah Kebo sesungguhnya memperlihatkan bahwa rezqi itu benar-benar Allah yang atur. Apakah Mbah Kebo itu pasang status di fesbuk ? Jelas tidak, tapi warungnya terkenal tanpa dia berusaha untuk memperkenalkannya, demikian juga mbah Cemplung. Dia dapat promosi gratis dari kesukaan orang-orang untuk narsis di tempat-tempat yang dikunjunginya. Dan itulah rizqi yang Allah berikan buat mereka.

Maka berusaha memang tidak hanya butuh kerja keras, tetapi juga ketekunan dan keyakinan bahwa Allah-lah yang mengatur rizqi kita. JIka Allah berkehendak maka sangat mudah bagiNya untuk membuka pintu-pintu rizqi buat kita.
Dan saat-saat pintu rizqi itu sudah terbuka, mestinya kita paham dari siapakah rizqi ini datangnya dan apakah kewajiban kita terhadap Allah, Yang Maha Pemberi Rizqi.

Senin, 10 Agustus 2015

SEDERHANA ITU BERKAH

Sebuah pelajaran yang mengesankan tentang gaya hidup kutemui pagi tadi saat kami mengunjungi salah seorang teman haji suamiku.
Teman yang kami kunjungi tadi tinggal di pagerharjo, kecamatan samigaluh, kabupaten Kulon Progo. Samigaluh adalah kecamatan di kulonprogo yang terletak di perbukitan menoreh dengan ketinggian lebih dari 500 dpl. Berbatasan dengan kabupaten magelang dan purworejo.
Hampir 1 jam lamanya waktu yang kami butuhkan untuk sampai ke sana. Melewati jalan-jalan sempit yang menanjak tajam, berkelok-kelok dengan kiri kanan jalan lembah yang dalam selalu membuatku bersyukur Allah takdirkan diriku sejak kecil hingga saat ini di daerah yang mudah terjangkau. Sebuah rumah berlantai 2 menyambut kami.
 

Mungkin ada yang mengira teman suamiku tadi adalah petani sukses, orang yang berkecukupan tetapi milih tinggal di desa, pelosok gunung. Di sinilah yang menarik, karena teman tadi bekerja di perusahaan pertambangan asing. Setiap bulannya bertugas di berbagai negara berganti-ganti. Dia punya rumah di jakarta dan di kalimantan, asal istrinya. Tetapi dia memilih tinggal di samigaluh, kulon progo. Bersama istri dan anak-anaknya menemani ibunya dan mereka masih muda, selisih 2 tahunan dari kami.
"Saya gak betah tinggal di jakarta mas, enak tinggal di sini. Kalau pas pulang ke rumah, sesekali pergi ke kebun juga, ngge tombo kangen".
"Kalo pas bapak pergi, saya di rumah saja, tidak ke mana-mana. Baru kalo bapak pulang, mengajak pergi baru saya pergi"tambah istrinya.
 

Pembawaannya yang rendah hati dan ramah sangat mengesankan. Betapa harta yang berlimpah tak merubah sifat mereka. Kesempatan untuk bersinggungan dengan pusat-pusat kemewahan dunia tak menyilaukan mereka.
Betapa tenang dan tenteram orang-orang yang Allah beri dengan sifat qanaah, merasa cukup dan menyederhanakan hidup mereka. Kekayaan mereka tidak terlihat dari apa yang nampak pada diri mereka tetapi apa yang terpancar dari hati mereka.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan barakahNya pada keluarga mereka dan menjadikan anak-anak mereka, menjadi anak-anak yang sholeh

LUGUNYA AKU

Lebaran kali ini aku berkesempatan untuk mengunjungi beberapa teman.
Saat bertemu dan mengobrol, ibu dari temanku itu berkata"jenengan ki kok lugu men to mbak?"
"Lugu pripun bu?"
"Nggih lugu....sederhana banget ngono lho jenengan ki"

Aku cuman ketawa mendengar komentar ibu temanku itu. Aku yakin ibu itu tidak berniat mengejekku dan aku pun tidak tersinggung dengan penilaiannya. Dibandingkan anaknya yang berpenampilan perfek dan fashionable, diriku yang tampil tanpa polesan make up dan perhiasan satupun mungkin memang terlihat begitu sederhana, atau bahkan seadanya.
Sebenarnya komentar seperti ini bukan pertama kuterima tetapi baru kali ini begitu to the point. Kasihan deh gue...he he he
 

Dalam hal penampilan, aku punya prinsip bahwa baju bagus itu tergantung pada kapstoknya. Artinya sebagus apapun penampilan yang akan menentukan keindahannya tetaplah kepribadian orang itu. Baju bagus tetapi wajah judes, susah senyum tetap tidak akan terlihat indah.
Tetapi rupanya aku kepedean, he he he
Kadang pernah tergoda juga untuk tampil sedikit bling-bling, biar terlihat sedikit gemerlap. Tetapi dihati gak nyaman, kikuk, dan seperti tidak menjadi diri sendiri. It is not me.
 

Pada akhirnya, aku memilih jujur pada diri sendiri. Selagi itu tidak menghilangkan nikmat Allah yang diberikan kepadaku, aku memilih untuk tampil sebagaimana adanya diriku selama ini.
Kadang kita memang harus mencoba untuk mengerti orang lain tetapi jika itu berkaitan dengan prinsip dan kepribadian kita maka tidak mengapa jika orang lain tidak mengerti dengan pilihan kita.

MENJAGA IFAF

Satu hal yang kuanggap penting untuk sering kupesankan pada anak-anak panti adalah agar mereka bersikap mandiri dan menjaga ifaf, menjaga kehormatan diri dengan tidak mudah meminta-minta pada orang lain.
Menerima pemberian terus menerus dari orang lain akan berpotensi terjatuh pada 2 keadaan, yang pertama menjadi tergantung pada pemberian orang lain, yang kedua menjadi rendah diri.
Dua keadaan yang tidak baik untuk perkembangan kepribadian mereka.

Seringkali kukatakan,"Menerima pemberian orang lain bukan hal yang memalukan, ditolong oleh orang lain juga bukan aib, tetapi selalu berharap akan pertolongan orang lain jelas bukan hal yang diajarkan oleh Rasulullah. Meminta-minta kepada manusia tidak akan mengantarkan pada kemuliaan. Rasulullah mengajarkan umatnya dalam kondisi apapun untuk menolong orang lain, meringankan beban orang lain. Sedang kesusahan kita berharaplah hanya kepada Allah.
Maka bersyukurlah kepada Allah saat kalian menerima kebaikan dan berterimakasih kepada orang yang berbuat baik pada kalian. Dan berharaplah suatu saat Allah mampukan kalian untuk menolong orang lain sebagaimana orang lain saat ini menolong kalian.
Banyak orang tak beranjak dari kehidupannya karena dia tak pernah punya cita-cita ingin menolong orang lain. Maunya orang lain menolongnya terus.
 

Di bulan Romadhon, saat begitu banyak orang memperhatikan mereka dan mengulurkan tangan mengasihi mereka, berharap pemberian itu melembutkan hati mereka. Menjadikan mereka bersyukur kepada Allah dan yakin Allah mengasihi mereka dibalik keterbatasan yang mereka punyai saat ini dan bukan sebaliknya.

BERBAGI KISAH HIDUP

Bertemu teman atau sahabat lama adalah sebuah kebahagian. Sekian tahun tak bertemu tak menjadikannya sebuah jarak yang membuat canggung. Langsung nyambung.

Beberapa dari mereka berbagi kisah hidup yang mereka alami. Persoalan hidup yang mereka alami hingga bagaimana mereka menyelesaikannya.Apa yang mereka ceritakan hampir semua membuat mulutku menganga. Masya Allah, sungguh kutaktahu bagaimana jadinya jika aku yang mengalaminya. Setiap orang memang punya jalan hidup masing-masing, dan setiap manusia akan diuji sesuai kadar kemampuannya.
 

Berbagi kisah hidup dan mengambil hikmah darinya akan sampai pada kesimpulan bahwa tidaklah pantas mengirikan hidup orang lain. Apa yang Allah berikan adalah yang terbaik, Allah sudah mengukur kekuatan kita. Maka bersyukurlah dan berbahagialah dengan yang Allah beri. Bersyukur ketika kita berhasil melewati ujianNya. Seberat apapun masalah tidak lagi membebani ketika masalah itu sudah ada di belakang kita, yang tersisa adalah rasa syukur atas besarnya nikmat dan pertolongan Allah sesudahnya.
 

Tanpa harus membuka kembali buku harianku, masih kuingat saat lembaran-lembaran itu penuh air mata. Yang seandainya kuceritakan bisa jadi juga membuat mulut menganga orang yang mendengarkannya. Dan begitu mudahnya Allah menghapus semua itu.

MENGELOLA MASALAH

Beberapa waktu yang lalu, aku menjelaskan bagaimana mengelola masalah ke anak-anak Panti. Cepat atau lambat mereka akan mulai menemui masalah dalam kehidupan mereka, seiring dengan bertambahnya usia dan tanggungjawab mereka. Adanya remaja yang kabur dari rumah atau bahkan bunuh diri hanya karena putus cinta adalah contoh nyata dari ketidakmampuan remaja dalam mengelola masalah mereka. Maka kurasa penting untuk membekali mereka bagaimana menghadapi masalah,sebagai sebuah ketrampilan untuk hidup. Karena orang yang bahagia itu bukannya orang yang tidak pernah punya masalah, tetapi orang yang bisa mengatasi masalah mereka, dan bisa mengambil hikmah dari masalah itu menjadi sesuatu yang membawa kebaikan buat mereka.
 

Pada waktu itu kukatakan pada mereka,”Masalah itu bagai matahari. Dia akan ada selama kehidupan ini ada. Kemanapun kalian akan menghindar, bersembunyi, matahari itu tetap ada di sana. Akan tetapi kalian bisa memanfaatkan matahari itu kebaikan kalian, dan kalian juga bisa melakukan usaha-usaha agar panasnya matahari tidak merugikan kita. Maka hadapi masalah yang kalian hadapi, jangan menghindar. Jika kalian lari atau menghindar, maka masalah itu akan tetap ada”.
 

Malam harinya, kupikir-pikir benar tidak ya perumpamaanku tadi? Sepertinya kok rada-rada tidak nyambung ?

KAYA ITU DI SINI

Setiap kali jalan-jalan pagi menyusuri jalan desa sering bertemu dengan beberapa orang ibu-ibu, 3-5 orang, yang berjalan kaki dengan membawa bekal seadanya. Mereka adalah ibu-ibu buruh tani. Mereka berjalan kaki dari rumahnya menuju sawah yang akan mereka garap.
Setiap kali bertemu, kami gantian saling menyapa lebih dulu.

" Tindak bu?, jalan-jalan bu"?, begitu mereka biasa menyapaku.
Senyum mereka tulus, ikhlas. Meski kondisi yang mereka temui sangat berlawanan dengan yang mereka jalani sehari-hari.
 

Tanpa harus menampakkan yang kupunya, bersandal jepit sekalipun, nampak jelas aku lebih beruntung dari ibu-ibu itu, di pagi yang sama, sama-sama jalan kaki, tetapi mereka pergi untuk bekerja, memikul beban berat kehidupan mereka. Sedang aku? Jalan-jalan santai, bergandengan tangan, senyum sana senyum sini.
 

Ah...betapa mudahnya untuk merasa 'kaya', ketika kita menyadari begitu banyak kemudahan yang Allah beri, ketika kita bisa merasakan apa yang kita punya adalah nikmat dari Allah yang Maha Pemberi Rizqi.
Saat kita bisa melihat senyum tulus dari mereka yang Allah takdirkan 'kurang'dari kita, masih bisakah kita merasa bahwa kita lebih mulia dari mereka hanya karena kita lebih berharta?
Sesungguhnya Allah hanya melihat apa-apa yang ada di hati kita.
Wallahu'alam.

MEMASAK SENDIRI

Saat haji dulu, di madinah aku berjumpa dengan seorang ibu muda, berdarah melayu tinggal di Singapura. Neneknya orang minang, tetapi dia dan orangtuanya kewarganegaraan malaysia.
Kami bercakap-cakap dengan bahasa upin-ipin. Saat dia tahu kami masih berdua saja.
Dia bertanya,"Tiap hari jajan ja?"
Ketika kujawab,"Tidak, saya masak tiap hari"
"Cuman berdua ja masak?, tanyanya dengan nada suara kak Ros. He he he.
Bukan pertama kali ini aku ditanya seperti ini.
"Kami belasan tahun berdua dan entah sampai kapan masih berdua, jika selama itu jajan, alangkah membosankannya. Lagipula dengan memasak sendiri aku bisa menjaga kebersihan dan kehalalan makanan yang kami makan".
 

Begitulah, bagiku memasak sendiri bukan hanya sekedar menghadirkan makanan semata, tetapi itu adalah juga wujud cinta dan amal sholih . Dengan memasak sendiri lebih untuk bisa menjaga kehalalan bahan makanan yang kita makan. Selain itu jadi bisa berbagi juga.
Jadi meskipun, aku galak dan cerewet seperti mak lampir, setiap liburan ponakanku tetap saja hilir mudik masuk ke dapurku.
 

Dan setiap kali selesai makan, sering suamiku berkata,"Alhamdulillah, enak budhe. Matur nuwun ya.
Itu bonus untukku.

KETERBATASAN YANG MENDEKATKAN

Adalah Septa, seorang pemuda difabel yang kukenal lewat cerita suamiku. Dia mempunyai satu kaki yang tidak berfungsi optimal. Saat remaja dia disekolahkan oleh salah satu yayasan sosial. Sesekali dia hadir di majelis taklim yang diadakan di lingkungan kampus UII.

Beberapa kali menghadiri majelis taklim, sampailah dia pada satu kesadaran bahwa jika dia tidak beribadah kepada Allah, tidak mengisi hidupnya dengan ketaatan pada Allah, maka rugilah hidupnya. Di dunia dia sudah sengsara, di akhirat dia juga akan sengsara. Maka semenjak itu dia lebih giat untuk belajar agama.
 

Begitulah seorang difabel yang Allah takdirkan mempunyai keterbatasan, tidak menjadikannya menggugat takdir Allah. Dia bisa menjadikan keterbatasannya untuk memahami apa kehendak Allah atas dirinya.
Dan hari ini dia merintis pengajian untuk para difabel, agar teman-teman senasib dengan dirinya menemukan kesadaran seperti dirinya.
Semoga Allah melimpahkan barakahNya, memudahkan usahanya dan menerima semua amal ibadahnya.

CINTA ITU MENYAMAKAN

Suatu pagi saat jalan-jalan, kami mampir ke sebuah warung nasi langganan para bikers. Warung itu sederhana saja, berdinding kayu, dengan beberapa kursi kayu dan ada juga amben kayu. Tidak banyak menu makanan yang ditawarkan, hanya ‘jangan tholo’dengan irisan lombok ijo dan ayam goreng bacem, sepertinya ayam kampung tapi bisa juga ayam petelur yang sudah tidak produktif, jadi seperti ayam kampung rasanya. Penjual warung itu sepasang suami istri yang sudah tua. Meski sederhana tetapi warung itu sangat ramai, banyak para bikers yang mampir setelah selesai menempuh rute-rute favorit mereka.
Seiring dengan kian banyak peminat olahraga bersepeda, daerah kulon progo terutama daerah di perbukitan menoreh menjadi lokasi favorit untuk bersepeda.
 

Di warung itu kami menjumpai sepasang suami istri yang tengah beristirahat setelah bersepeda. Usianya sekitar 40 tahunan. Bapak itu bercerita kalo mereka baru saja bersepeda ke embung kleco, ngesong, girimulyo.
“Mandeg ping pinten pak?’tanyaku, karena kutahu daerah itu tanjakannya cukup tajam.
“Nggih ping kalih, ning seneng kula nek nyepeda teng daerah girimulyo mriki. Yen teng sermo pun bosen, mboten enten tantangane”jawab bapak itu.
 

Aku takjub sama istri bapak itu, kuat ya padahal daerah yang disebut bapak itu cukup tinggi. Bandingke sama diriku nyepeda ke pasar saja wis mengkis-mengkis. hi hi hi.
“Pun biasa bu, bojo kula riyin nggih mboten kuat ning kula ajak terus, sakniki nek prei mesti ngejak nggowes. Sakderenge nyepeda, sering sambat pegel-pegel. Bareng nyepeda awakke dadi seger, mboten tahu sambat malih”.
“Pendhak sabtu minggu nyepeda pak?”
“Nggih, pokoke pendhak prei mesti nggowes, prei tanggal abang 3 dinten nggih nggowes 3 dinten.
 

Wuiiih…contoh pasangan yang menemukan kesenangan bersama dalam hidup mereka, dan kesenangan inilah yang mendominasi hidup mereka sehari-hari. Aku tidak cukup kepo untuk menanyakan bagaimana anak-anak mereka.
 

Samanya kesenangan sepasang suami istri memang menjadikan hubungan suami istri itu makin dekat dan juga menjadikan kesenangan itu sendiri bisa terus dilakukan. Bisa dibayangkan jika salah satu pasangan itu tidak suka bersepeda bukan?
Maka bisa dimengerti bahwa cinta itu memang menyatukan, cinta itu menyamakan, cinta itu membuat seseorang berubah, cinta itu saling mempengaruhi.
Apakah cinta itu selalu membahagiakan?
Tergantung….atas dasar apa kita mencintai.

TIGA TAHUN BERJALAN

Sore itu saat ke panti kudapati 3 orang muridku sudah pulang setelah mereka menyelesaikan ujian SMK-nya. Mereka adalah murid-muridku yang pertama ketika aku mulai mengajar di panti ini. Awalnya panti asuhan muhammadiyah Tuksono ini hanya mendidik santri-santri laki-laki baru 3 tahun yang lalu mulai menerima santri perempuan.

Berarti sudah hampir 3 tahun aku mengajar, ikut mengasuh di sini. Waktu cepat sekali berlalu. Teringat saat awal keterlibatanku di sini. Waktu itu saya dan suami baru berangan-angan untuk bisa ikut terlibat dalam pengasuhan di panti ini, yang hanya berjarak 7 km dari rumahku. Tidak lama berselang suamiku ditemui oleh bapak pimpinan panti untuk meminta ibu mertuaku mengajar santri putri yang mulai diterima tahun ini. Ibu mertuaku pensiunan guru agama. Tetapi berhubung ibu sudah tidak bersedia, suamiku mengajukan driku. Maka jadilah aku mulai mengajar di sana.
 

Sebuah kebetulan yang jelas bukan kebetulan semata. Allah yang mengatur ini semua.
Terkadang apa yang kita inginkan,bahkan yang baru terbersit Allah bukakan jalan untuk itu. Maka penting untuk selalu menjaga niat dan usaha kita untuk selalu dalam koridor kebaikan agar tatkala Allah kabulkan menjadi berkah buat kita dan bukan sebaliknya.

MASA TUA YANG BAHAGIA

Dalam aktifitasku sehari-hari banyak berhubungan dengan ibu-ibu yang sudah sepuh. Di apotek, di rumah, saat nganter ibu, atau pas pengajian di masjid.
Asyik juga mengobrol dengan ibu-ibu sepuh ini, mengajaknya bicara, mendengar keluhannya meski berulang-ulang sekalipun, dan juga mendengar ceritanya.

Dari pembicaraan itu, aku belajar boso kromo lagi, belajar untuk bisa mendengarkan, mengatur volume dan kecepatan bicara dan mencoba untuk bisa memahami apa yang mereka sukai.
Meski bahan pembicaraan mereka tidak update, tetapi macam-macam juga topiknya, banyak yang bisa diambil pelajaran.
 

Waktu terus berjalan. Musim akan berganti. Suatu saat jika Allah izinkan, aku kan tua juga seperti mereka. Sungguh suatu nikmat jika bisa menikmati masa tua dengan bahagia, tenang dan tetap bisa beribadah.
"Allahumma matti'naa biasmaa'inaa wa absharina wa quwwatina ma ahyaitanaa waj'alhul waaritsa minna"
Ya Allah, anugerahkanlah kenikmatan kepada kami melalui pendengaran kami, penglihatan kami, dan dalam kekuatan kami selama kami masih hidup dan jadikan ia warisan dari kami.

SEHAT ITU NIKMAT

Malam itu, ada panggilan telpon masuk di apotek. Terdengar suara yang lemah di ujung telpon:
"Mbak, gadhah obat penghilang nyeri sing warnane oranye mboten?
"Obate jenenge nopo mbak?"
"Niku obat penghilang nyeri sing ngga loro kanker koyo kula, nek ngombe obat niku langsung mari mbak?"
"Wonten resepe mboten?"
"Mboten enten, enten mboten mbak? Nek wonten mbok tulung diterke riki.."
 

Dan pembicaraan pun berulang-ulang, tanpa ada nama obat yang dia sebutkan.
Dia ingin aku mengerti apa obat yang dia maksud, untuk bisa mengurangi rasa sakit yang dideritanya.
Aku tercenung, bisa memahami apa yang dia rasa sampai terlihat bingung seperti itu.
 

Tak lama berselang, datang suaminya. Membawa resep yang difotokopi.
Membaca resep yang dia bawa, langsung mahfum dengan kebingungan dan kekalutan penelfonku tadi. Sebuah resep analgetik golongan morphin , untuk pasien kanker terminal.
"Pak, obat niki mboten saged ditumbas tanpa resep dokter, jenengan kedah nyuwun resep kalih dokter ingkang ngrawat garwane", kula caosi penghilang nyeri sanese kangge sementara purun?"
"Wonten kok bu teng griyo".
 

Sepulang suaminya, aku masih termenung.
Mendadak aku merasakan tubuhku begitu ringan, jika kelelahan dan segala keluhan yang dirasa masih bisa hilang dengan tidur, tidaklah pantas untuk dikeluhkan sepertinya ya.
Sehat memang nikmat yang banyak orang tak menyadarinya.

Selasa, 24 Maret 2015

KEBAIKAN

Dulu saat kontrak rumah di daerah utara ring road utara, Sleman. Kala itu belum seramai sekarang. Ada simbah yang jadi tetangga samping rumah. Meski sudah tua, beliau masih rajin ke kebun untuk menanam sayuran atau memetik daun pisang untuk dijual di pasar. Kadang simbah itu menawariku sayurannya,"Kerso nyayur kacang panjang mboten bu?".
Ketika kuiyakan penawarannya, maka dia tidak hanya memberiku kacang panjang tetapi juga lombok dan kelapa. Lengkap untuk menjadi sebuah masakan.
Ketulusannya sungguh mengharukan dan mengajariku untuk berbuat baik tak harus menunggu punya harta berlebih.
Kemarin, ada seorang teman, jauh lebih muda dariku, menawariku daun singkong. Sayuran kesukaanku. "Remen godong telo(daun singkong) mboten mbak"?.
Maka siang tadi sudah diantar ke rumah 1 ikat besar daun singkong dan juga 2 buah kelapa sudah dikupas, putih bersih. Padahal rumahnya tidaklah dekat.
Ya Allah, Segala Puji bagiMu, kejadian berulang meski dengan pelaku yang berbeda. Beda usia, beda daerah, tetapi kebaikan yang mereka berikan bisa sama.
Ya Allah...hindarkanlah kami dari sifat bakhil dan jadikan kami orang yang bisa bersyukur kepadaMu dan kepada orang yang berbuat baik kepada kami.

KESETIAAN

Seorang ibu sudah cukup tua setiap hari berjalan tertatih-tatih lewat di depan apotek. Dengan langkah sedikit timpang dia menempuh hampir 4 km perjalanan, pulang pergi setiap harinya. Mak'e begitu biasa dipanggil adalah pembantu dari salah seorang tetanggaku. Setiap hari dia pulang pergi menempuh jarak sejauh itu dengan kontur jalan naik turun selama puluhan tahun. Sebuah ketekunan, kesungguhan dan kesetiaan yang luar biasa.
Sore itu ditengah hujan deras yang mengguyur, kulihat dia berjalan dengan langkah tertatih-tatihnya mengenakkan jas hujan tipis. Berjalan pelan-pelan menembus hujan, tak tahu jam berapa dia akan sampai rumah.
Aku tersadarkan melihat pemandangan itu, betapa kesetiaannya, ketekunannya menetapi pekerjaannya telah mengundang kekuatan yang luar biasa yang membuat dia mampu untuk menjalaninya selama bertahun-tahun. Kesetiaannya pada majikan dan keluarganya membuat dia mampu untuk mondar mandir sejauh itu.
Bolehjadi dia memang tidak punya banyak pilihan karena keterbatasn kemampuannya. Tetapi bukankah banyak orang yang sebenarnya Allah beri banyak kelebihan menjadi terlihat lemah karena tidak sabar menjalani proses? Sehingga mudah beralih perhatian hanya karena melihat seolah pilihan yang lain lebih menjanjikan? Terlihat lemah karena pada akhirnya orang sperti itu tidak menghasilkan apa-apa selain keluhan saja. Banyak orang tidak sabar menjalani proses, tidak tekun sampai mendapatkan hasil yang diharapkan.
Kesetiaan dan ketekunan akan mengundang kekuatan yang tak terbayangkan, meski tertatih-tatih, Allah akan mampukan kita. Insya Allah.

Rabu, 18 Maret 2015

IRONI

Kukenal dia sejak ia masih SMA. Saat awal aku mulai tinggal di Kulon Progo. Di antara saudaranya ia memang tak secantik dan sepintar adik-adiknya. Tetapi ia rajin bekerja dan sangat ramah.
Selang beberapa tahun kemudian, dia mengabari kalau sudah menikah dan kerja di batam.
Ketika Apotekku mulai buka, dia datang menemuiku dan bercerita kalau sudah tidak kerja di batam. Kembali ke daerah asal suaminya dan merawat ibu mertuanya yang sudah sakit-sakitan. Dia bersama suaminya membuka usaha jualan rujak es krim.
"Dijual kemana?",tanyaku.
"Bojoku kula mubeng mbak, terus kula dodol teng omah, sering angsal pesenan ngge manten-manten. Alhamdulillah mbak", ceritanya padaku.
Sepertinya rezekinya memang bagus, melihat ceritanya bagaimana dia merawat ibu mertuanya, membawanya berobat kesana kemari. Jelas itu butuh biaya banyak. Atau mungkin bakti mereka pada ibunya yang meluaskan rezqinya. Sepertinya begitu.
Sayangnya saat ibu mertuanya meninggal, dia tidak memberi kabar.
Sore itu dia kembali datang ke apotek, cerita ke sana kemari. Sampai akhirnya dia cerita mau ke rumah ibunya, mengirim uang untuk membantu adiknya.
"Adikmu isih kuliah, adikmu sing endi?".
"Sing ragil mbak, pun lulus kuliah(dia menyebut sebuah universitas swasta ternama di yogyakarta) sakniki kerja teng kantor lingkungan hidup".
"Adikmu wis sarjana tur kerjo kok isih mbok ewangi?".
"Dheke niku kan sarjanane sanes lingkungan hidup, ajeng ndherek pelatihan teng UGM mbayar 5 jt".
Kutatap sinar ketulusan di dalam matanya. Ya Allah moga Kau luaskan rizqinya.
Malam hari, aku cerita ke suamiku.
"Kok aneh yo pakde, mosok adine sarjana njaluk tulung karo mbakyune sing dodolan rujak eskrim?".
"Yo ngono kui budhe masyarakate dewe, neng kantor ki ana PNS nyilih duit karo pegawai honorer"
Memprihatinkan bukan.? Ketika kemandirian dan menjaga ifaf(kehormatan diri)  untuk tidak meminta tolong/merepotkan orang lain tidak dipunyai oleh orang-orang yang seharusnya lebih berkewajiban untuk menolong orang lain. Bukankah dia sudah diberi lebih oleh Allah?

Rabu, 25 Februari 2015

REZQI DARI ALLAH

Pagi itu selepas subuh kami boncengan pergi ke pantai. Hanya butuh waktu 30-45 menit kami sudah sampai di pantai Trisik. Hal yang dulu sering kami lakukan, menghirup segarnya udara pagi di pantai, duduk sebentar menikmati deburan ombak sambil minum teh panas yang kami bawa dari rumah dengan sebuah termos kecil. Tak perlu banyak persiapan, waktu dan biaya. Nikmat bukan?
Di pantai sudah ada sepasang suami istri, mereka sudah minum the dan makan bekal mereka. Asyiknya mereka berdua naik sepeda.
"Nek aku numpak sepeda piye yo mas?", kataku.
"Paling yo ra tekan", jawab suamiku ringan.
Hi hi hi ya iyalah, naik sepeda sebentar saja sudah ngos-ngosan.
Ada beberapa bapak-bapak yang berjalan menyisiri pantai sambil menggenggam jala. Mereka adalah penduduk desa, yang bertani di pinggir pantai dan mencari tambahan penghasilan dengan menjala ikan. Jala ditebar di laut kemudian dia berjalan menyisir pantai mengikuti jala yang terbawa ombak
Suamiku mengajak untuk mengikuti bapak itu. "Nanti kita beli ikan hasil tangkapannya".
Sambil mengamati bapak itu, " Kok bisa ya di laut seluas ini dengan arus sederas itu ada ikan nyangkut di jala," aku berkata dengan takjub.
Tak lama kemudian jala ditarik, terlihat beberapa ekor ikan Surung besar dan kecil, ikan layur, dan seperti ikan kembung, ada sekitar 10-an ekor ikan. Tidak banyak ya, padahal sepertinya berat.
"Kula tumbase pak iwakke, pinten?", kataku.
Sejenak bapak itu menghitung-hitung,"35 ewu mawon bu".
Kubeli ikan itu tanpa kutawar lagi. Tiga puluh lima ribu untuk seikat ikan, fresh from the sea.
Masya Allah, beginilah Allah mengatur pembagian rizqi untuk hamba-hambaNya. Ikan untukku dan 35 rb untuk bapak itu. Alhamdulillah

BEBAN PERASAAN

Terkadang hidup terasa sulit untuk dijalani.
Bukan hanya karena beratnya persoalan atau kesulitan yang ditemui tetapi juga karena beratnya beban perasaan yang harus ditanggung.
Beban perasaan adalah penderitaan yang tak terlihat. Bisa jadi dari luar seperti tak kurang suatu apa-apa tetapi siapa yang tahu di dalam hati apa yang dirasa?
Hidup memang hanya sementara, dan dalam masa yang sementara itulah manusia menerima banyak ujian.
Bukankah kesedihan adalah ujian?
Bukankah tersakiti juga ujian?
Rasa marah dan juga direndahkan adalah ujian?
Adakah semua perasaan itu bisa menjadi kebaikan buat kita jika apa yang kita rasa semuanya kita ungkapkan dan lampiaskan?
Kesedihan akan berbuah pahala manakala kita bisa tetap berharap akan rahmatNya dan yakin akan pertolongan Allah saat kesedihan melanda.
Rasa sakit tak akan lama jika kita bisa memaafkan dan berlonggar hati.
Menahan kemarahan meski bisa melampiaskan akan berbuah kemulian hidup dan ketenangan jiwa.
Maka saat-saat sulit dalam mengendalikan perasaan akan bisa terlewati dengan sabar dan bertaqwa kepada Allah subhana wa ta'alaa. Yang menyakini apa-apa yang disisiNya lebih baik dan kekal.

SABAR DAN SYUKUR

Kadang saat seseorang tertimpa musibah atau sedang punya masalah. Kemudian dihibur temannya,"Yang sabar ya", atau kata-kata semisalnya.
Malah dijawab dengan nada ketus,"dirimu tidak merasakan apa yang kurasakan", "nek meng omong gampang". Ataupun jawaban-jawaban semisal, yang bukan hanya tidak membantu dirinya tetapi juga kadang malah membuat orang lain tidak jadi membantunya.
Seseorang kadang tidak menyadari hadirnya teman yang menghiburnya dengan kata-kata yang baik dan menghibur, menentramkan adalah bagian dari pertolongan Allah untuknya. Sebuah nikmat, sebuah anugerah.
Karena banyak orang yang saat tertimpa musibah, orang yang ada di dekatnya malah bersikap cuek jangankan membantu menghiburpun tidak,
terkadang malah ada yangsenang melihat orang lain susah atau menyalah-nyalahkan dan mencela sembari menuduh dengan tuduhan yang kadang lebih menyakitkan dari musibah itu sendiri.
Maka bersabar dalam musibah tak akan bisa tanpa diiringi rasa syukur. Sabar dan syukur bagaikan 2 keping mata uang. Tidak akan bisa sabar orang yang tidak bersyukur, tak akan bisa syukur orang yang tidak sabar.
Bukankah tidak ada yang bisa meringankan beban yang diderita selain sabar?
Semoga saudara-saudara yang sedang tertimpa musibah diringankan penderitaannya, diberi ketabahan, kekuatan dan kesabaran, diberi ganti yang lebih baik dan pahala yang besar di sisi Allah Ta'alaa dalam musibah yang terjadi.

MUSHOLA ANGKER

Kami sering jalan-jalan pas ada waktu longgar. Mengunjungi saudara, teman ataupun sekedar jalan-jalan saja di sekitaran yogyakarta. Dari pojok ke pojok. Saat waktu sholat tiba, kami mencari masjid terdekat. Ternyata seringnya mampir ke masjid dan mushola, menjadi pengalaman tersendiri buat kami.
Salah satu yang menarik adalah saat kami ke Bantul ke rumah seorang teman, saat itu sudah masuk waktu maghrib. Kami mencari masjid terdekat tetapi yang kami temui hanya sebuah mushola di pojokan kampung. Sekitar mushola sangat sepi, mushola itupun seperti tak terawat. Agak berdebu. Seperti tidak pernah dipakai untuk sholat. Meski agak heran, kami tetap masuk dan mencari tempat wudhu. Ada di belakang mushola dan gelap tentu saja.
Sebelum sholat, aku berkata pada suamiku, " Kok aneh yo mushola iki, suasane kok angker, serem rasane".
" Hooh ya", suamiku mengiyakan.
Suasana di sekitar mushola itu benar-benar sepi, lengang, tidak nampak seorangpun yang lewat.
"Aja-aja iki wis ora dinggo ya?," kata suamiku.
"Tapi lampu nyala, jam dinding juga masih hidup?".
Selesai sholat kamipun pergi dengan masih bertanya-tanya.
Sesampai di rumah yang kami tuju, kami pun bertanya tentang mushola itu.
"Jenengan wau sholat di situ? Niku cen mushola angker, dha wedi nek sholat teng riku, " kata temanku.
Masya Allah...kok ya ada mushola angker ya?
Sing kebangeten siapa coba?

PERJALANAN KE MADURA

Mengikuti perjalanan pengajian PDHI(Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia) yang kali ini diselenggarakan di dusun Tlokoh, kp. Murarah, kabupaten Bangkalan, Madura pada tanggal 8 Februari 2015 kemarin sangat mengesankan. Pengajian PDHI yang biasanya diselenggarakan di sekitar daerah yogyakarta dan jawa Tengah, kali ini diselenggarakan jauh di sebuah kampung di Bangkalan. Ada sebuah masjid yang didirikan oleh seorang kyai yang telah terhenti hampir 2 tahun karena kekurangan biaya, sedang mayoritas penduduk lokal adalah petani tadah hujan yang hanya bisa panen 1 kali.
Rombongan berangkat dibawah koordinasi langsung PDHI ada 5 bis, sedang yang lainnya berangkat dengan kendaraan/rombongan sendiri-sendiri, ada kurang lebih 500 jamaah yang mendaftar untuk ikut hadir.
Perjalanan menuju ds. Tlokoh yang kami tuju membutuhkan waktu hampir 2 jam dari jembatan suramadu, sepanjang perjalanan banyak ditemui tanah kosong terbengkalai. Tampak sekali jika kawasan ini tertinggal secara sosio ekonomi, sedikit sekali ditemui sekolah, fasilitas kesehatan dan pelayanan publik lainnya.
Sesampai di lokasi, ternyata sudah banyak jamaah lain yang sampai. Dari pemberhentian bis, masih harus jalan kaki dengan jalan sedikit menanjak hampir 500m. Beruntung ada mobil yang disediakan untuk mengangkut sampai tiba di lokasi pengajian. Kalo tidak dijamin mengkis-mengkis.
Tidak ada fasilitas kamar mandi, untuk keperluan buang air jamaah yang datang hanya dibuat sekat2 ala kadarnya dengan bilah bambu dan terpal. Beberapa jamaah ada yang buang air di kali. Untungnya tadi sebelum ke lokasi pengajian, sempat mampir ke rumah salah seorang penduduk di dekat bis berhenti saking kebeletnya, di rumah itu, kamar mandinya gede tanpa wc dengan bak mandi besaar(buat nampung air hujan), agak tidak nyaman berasa pipis di dapur. He he he.
Dengan segala keterbatasan yang ada, hidanganpun bawa sendiri- sendiri, acara silaturahmi, pengajian dan penggalangan dana pun berjalan lancar. Dana yang terkumpul melebihi target dari yang diharapkan panitia.
Sungguh mengharukan, Ya Allah semoga hanya karenaMu-lah kami semua disini, bertemu dengan saudara kami di sini, di daerah yang sangat jauh dan terpencil seperti ini.
Ada banyak hikmah yang bisa di ambil dari perjalanan ini, menjawab pertanyaan mengapa mengadakan pengajian dengan jamaah begini banyak ke tempat yang jauh dan sulit seperti ini. Bukankah lebih mudah menggalang dana di yogya, kemudian mengirimnya ke sini. Secara teknis mungkin iya, tetapi ternyata kesan dan makna yang mendalam sangat dirasa dengan melakukan perjalanan seperti ini, bagi masyarakat yang didatangi, terlebih lagi bagi jamaah yang datang itu sendiri. Terbukti tak terdengar keluhan dan gerutuan. Meski sesudah dari sana dilanjutkan dengan jalan-jalan, perjalanan ini lebih dari sekedar refreshing.
Perjalanan ini bukan sekedar menyegarkan pikiran semata tetapi juga menentramkan hati.