Rabu, 22 Mei 2013

RUMAH TAK BERPAGAR

Rumah di desa atau daerah pinggiran biasanya tak berpagar, kalaulah ada pagar hanya sebatas tembok pendek atau bahkan hanya dari tanaman semak yang dibentuk pagar. Tak berkecuali rumah mertuaku yang pinggir jalan negara jalur selatan pun tak berpagar. Kata mendiang ayah mertuaku" mengko ndak ora disaba tangga". Demikianlah orang desa memang lebih mementingkan hubungan baik dengan tetangga dengan menghilangkan sekat-sekat yang mungkin bisa membatasi. Masalah keamanan menjadi suatu hal yang mereka sandarkan pada kebersamaan dan kedekatan hubungan antar tetangga.
Ketika jaman mulai berubah dan terjadi perubahan sosial dan ekonomi masyarakat,  rumah- rumah mulai berpagar tetapi tetap yang membedakan adalah pagar itu tidak dikunci.
Berbeda dengan di kota, apalagi di perumahan elit maka pagar-pagar dibuat tinggi, batas antara kepemilikan masing-masing orang dibuat begitu tegas dan jelas. Masing-masing orang sibuk, jangankan untuk bertegur sapa, sekedar melihat tetangganya lewatpun belum tentu bisa setiap hari. Pagar-pagar begitu rapat, seakan-akan tak pernah tahu kalau ada tetangga di sebelah rumah. Maka dalam kondisi demikian hubungan antar masyarakat pun begitu rapuh, tidak ada barrier yang melingkupi setiap anggota masyarakat sehingga yang terjadi setiap orang menanggung permasalahannya sendiri, tidak ada kepedulian, tidak ada tenggang rasa.Masalah lo derita lo, begitu ungkapan anak alay.
Gejala ini semakin menunjukkan gambarannya secara nyata dan di banyak tempat tidak hanya di daerah elit saja. Semakin orang sibuk mengejar gaya hidup dan kebutuhan yang selalu berlari lebih cepat dari jangkauan manusia, berhubungan dengan tetangga menjadi satu hal yang tidak teragendakan. Dalam tragedi sosial yang terjadi di negara ini, kepedulian baru timbul setelah terjadi kehebohan. Tidak ada sistem masyarakat yang terbangun yang bertujuan menjadi penyangga sehingga setiap kesulitan yang dialami salah satu anggota masyarakat akan segera diketahui, sebagaimana alarm akan membangunkan dan mengaktifkan sistem yang terbentuk. Bisa jadi ini cuman mimpi atau lebih parah lagi halusinasi. Akan tetapi melihat kondisi masyarakat indonesia yang super duper penuh masalah maka satu langkah mudah dan sederhana untuk memperbaikinya adalah dengan memulihkan hubungan dengan tetangga. Menyempatkan diri untuk berkomunikasi, menyapa dan tersenyum pada tetangga adalah langkah sederhana yang bisa kita lakukan. Bukankah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda", barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia memuliakan tetangganya". Masih banyak lagi nasihat Rasulullah berkaitan dengan tetangga sehingga salah seorang sahabat berkata sampai aku mengira bahwa tetangga akan memperoleh hak waris juga.
Di jaman internet ketika dunia tanpa batas, yang terjadi kita membuat batas yang tinggi dengan tetangga kita. ketika kita sibuk tersenyum dengan emoticon senyum di mana-mana, tetangga sebelah malah tidak tahu kalu kita bisa senyum, bukankah ini sebuah ironi?
Rumah tanpa pagar hanya sebuah simbolis saja, bukan untuk mempertentangkan kondisi kota dan desa. Hanya sebuah simbol ajakan agar kita membuka hati, melapangkan hati untuk menjalin kebersamaan dalam kebaikan.

Sabtu, 18 Mei 2013

SUNAH YANG DIABAIKAN



Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya”.(HR.Bukhari)
Hadits di atas hampir semua orang tahu, tetapi sangat sedikit yang mengindahkannya. Seringkali malah hanya jadi bahan candaan belaka. Buat lucu-lucuan. Astaghfirullahal adzim.


Apa yang terjadi ketika sunah Rasulullah ini diabaikan ? Kerusakan moral yang begitu masif telah terjadi, baik di kalangan remaja ataupun orangtua. Segalanya berawal ketika seorang laki-laki berduaan dengan wanita tanpa mahromnya. Ketika merasa aman berduaan saja tanpa menyadari sesungguhnya syaithan menjadi orang ketiga di.antara mereka. Tentusaja setan tidak hanya jadi obat nyamuk diantara mereka tetapi setan menjadi katalisator terjadinya kemaksiatan.
Kebebasan pergaulan sekarang ini yang berakibat pada kebebasan seksual di luar pernikahan bisa di cegah jika para orangtua menjalankan sunah Rasul ini, mereka mengawasi dan tidak membiarkan putra putrinya untuk bebas berduaan tanpa pengawasan. Baik di dunia maya maupun nyata, keduanya sama berbahayanya.


Tentu saja larangan tak akan efektif tanpa penjelasan dan pengkondisian sebelumnya. Tugas orangtua adalah memberi pengertian sejak mereka kanak-kanak tentang perbedaan laki-laki dan perempuan, tidak membiarkan anak perempuan tidur bareng anak laki-laki, dan memberikan batas-batas pergaulan yang sesuai syariat terutama menjelang mereka memasuki usia pubertas. Yang tak kalah pentingnya adalah keteladanan dari orangtua, ketika mereka melihat bagaimana ibunya menjaga diri ketika menghadapi tamu laki-laki atau tetangga laki-laki maka mereka akan melihat contoh nyata sehingga ketika disampaikan larangan tersebut mereka bisa memahami dan tahu bagaimana menjalaninya.


Sungguh Allah melalui RasulNya telah memberi jalan yang mudah  dan sederhana untuk mengatasi kerusakan moral seburuk apapun, tinggal tekad dan kemauan kita.


Belum cukup burukkah keadaan sekarang ini sehingga kita masih merasa aman untuk tidak berbuat apapun?

Senin, 13 Mei 2013

SEBUAH UJIAN



Sore itu masuk resep dari dokter spesialis obsgin, segera aku keluar menemui pasien tersebut.
Begitu ketemu pasiennya, ternyata aku kenal baik dengannya karena sering konsultasi obat untuk anaknya yang sering mengalami gangguan pencernaan.
Segera kusapa,” pripun kabare? Masya Allah dirimu hamil ? Wis pirang sasi?”. Sebelumnya aku memang tidak tahu kalo dia hamil, meski sepertinya belum lama ketemu, sementara itu resep yang hendak ditebus tertulis nama antibiotika dan vitamin,  memang tidak menunjukkan kondisi yang tertentu.
Ibu muda itu tiba-tiba berkaca-kaca matanya,” wis ora ana mbak, adik ora gelem dimong”.
Astaghfirullahal adzim, aku sama sekali tidak menyangka kalo resep ini ternyata untuk penyembuhan luka pasca melahirkannya. Begini ini efek samping dari ‘keramahanku’.
“Maaf banget ya, aku benar-benar tidak tahu,” kataku menyesali pertanyaanku sebelumnya.
“Tidak apa-apa mbak”, kemudian dia bercerita bahwasanya kehamilannya sudah berumur 8 bulan ketika operasi Caesar dilakukan.
” Aku isih krungu nangise mbak sebelum aku tidak sadar diri. Keesokannya aku bisa menemuinya di ruang bayi, adik  ki nyekel tanganku kaya njaluk tulung mbak, kenceng tenan kae” tuturnya sambil berlinang armata.
Aku tidak bertanya mengapa dia harus Caesar dalam usia kandungan 8 bulan, aku juga tidak bertanya mengapa anaknya meninggal setelah 2 hari kelahirannya, apa yang diderita oleh anaknya. Aku sudah cukup menyesal mengingatkan dia pada musibah yang dialaminya.
“Sabar ya mbak, mudah-mudahan Allah segera memberi anak kembali dan mudah-mudahan putrane jenengan menjadi tabungan untuk kedua orangtuanya kelak”, kataku kemudian sembari mendoakan dia agar Allah memberi hikmah dan kebaikan dibalik musibah yang diberikanNya.
Kehilangan anak apalagi yang baru saja dilahirkan tentu saja satu ujian berat bagi seorang ibu dengan sebab apapun. Kesedihan yang diderita boleh jadi kesedihan yang berlipat-lipat, belum hilang rasa sakit yang diderita karena melahirkan harus menanggung kesedihan karena kehilangan buah hati yang telah dikandungnya selama 9 bulan. Sejujurnya dan setulusnya aku mengagumi ibu-ibu yang bisa sabar dan ikhlas ketika menerima ujian tersebut. Semoga mereka mendapatkan janji Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis Qudsi, : "Masuklah kalian ke dalam surga bersama orang tua kalian"(Hadis riwayat Ahmad).
Wallahu a’lam bishshawab.

Minggu, 12 Mei 2013

STATUS-STATUS DI FACEBOOK 1




Maaf bukannya mau narsis, saya hanya ingin mengumpulkan kembali beberapa status yang pernah saya posting di Fb karena beberapa darinya mempunyai kesan buat saya pribadi.

Ketika kita menerima curhat dari saudara atau sahabat seakan-akan kita dipinjami buku untuk kita baca, tentu saja buku kehidupan itu belum selesai ditulis bahkan seringnya banyak soal yang harus diselesaikan dan kita diminta untuk ikut menjawabnya. Semakin banyak kita membaca dan ikut menjawab soal soal itu semakin pandai kita atau bahkan membuat kita tidak perlu mengerjakan soal yang sama dalam kehidupan kita sendiri.


 
Kegaduhan itu menyapa kita tanpa suara, hiruk pikuk membawa kita terlibat dalam kesenyapan, kita bisa mengobrol meski dalam kesendirian. Sesungguhnya ini adalah pilihan. Di dunia maya atau nyata kita adalah pelakunya, dan akan bertanggungjawab terhadap apa yg kita kerjakan. Ittaqillaha haitsuma kunta





Jika sebutir nasi masih bisa dirasa sebagai rizqi dari Ilahi, setetes air sebagai nikmat yang tak terganti dan satu tarikan nafas sebagai nikmat yang tak terbeli, masih adakah orang yang tidak mengerti hanya kepada Allah-lah kita berserah diri?


"Apa enaknya memulai ketika yang lain sudah mengakhiri" kata-kata itu yang kuucapkan dulu ketika aku harus mengulangi penelitian skripsiku padahal beberapa teman sudah lulus. Beruntung sahabatku yang baik hati dan tidak sombong mengingatkan, ucapan seperti itu hanya menyakiti diri sendiri dan hanya membuat kita semakin lemah. Ya..disaat kita merasa gagal Lebih baik menyemangati diri sendiri dengan kata-kata yang baik. Lebih baik jika berkata, "Alhamdulillah bisa memulai meski orang lain sudah mengakhiri/meninggalkan. Mari semangati diri sendiri untuk mengawali kebiasaan baik, karena sesungguhnya kebaikan tidak pernah ketinggalan jaman.


Ibu, jangan hanya mengajari anak ibu berdoa, tetapi ajarkan pula agar anak-anak ibu suka berdoa. Ajak mereka berdoa bersama setelah sholat, biarkan mereka mendengar lantunan doa-doa yang diucapkan ibunya untuk kebaikan hidup mereka. Biarkan mereka melihat tetesan air mata ibunya ketika berdoa memohon ampun dan petunjuk Allah ta'alaa untuk keselamatan dunia akhirat mereka. Insya Allah hati mereka akan lembut dan keridhoan Allah akan selalu mengirinqi langkah mereka.
Berkatalah yang baik atau diam, demikian nasehat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.Hadits ini menasehati kita untuk berkata hanya yang baik-baik saja, kalau tidak bisa maka lebih baik diam.
Tetapi di jaman sekarang ini, diam apakah selalu berarti tidak berkata-kata? Ketika kita bisa berkata- kata tanpa suara, bahkan tertawa terbahak-bahak tanpa memekakkan telinga, bukankah dia tidak diam meski tak bersuara? Diamnya tidak selalu jadi lebih baik.
Jadi dalam konteks hadits ini, maka menulislah yang baik kalau tidak bisa, tidak usah menulis saja.
Jika berkata yang baik dengan suara, dengan berkata baik tanpa suara, mana yang lebih baik? Bisa baik semua tergantung situasi dan kebutuhan kali ya, tetapi jika berkata tanpa suara mengurangi hak orang lain yang harusnya mendengar suaranya? Terlalu sibuk berbicara tanpa suara sampai melalaikan tetangga yang harusnya di sapa atau orangtua kita yang yang selalu merindukan suara kita, maka di saat itu berbicara dengan suara lebih baik daripada bicara tanpa suara.
Mbulet? Sekedar renungan untuk bisa memilih mana amal yang lebih baik untuk kita kerjakan dalam situasi dan kondisi yang ada.

Sebagaimana anak sekolah, Allah menguji kita dengan berbagai macam Ujian. Hanya saja soal yang dihadapi tidaklah sama setiap orangnya.
Kalau di dalam ujian tidak boleh saling bantu, maka di dalam ujian hidup Allah izinkan bahkan anjurkan kita untuk saling bantu, semakin banyak kita membantu semakin Allah mudahkan kita untuk menghadapi persoalan hidup kita.
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR.Muslim )
Dan janji Allah itu pasti.
Ridha untuk tidak memiliki atau ridha untuk kehilangan adalah dua kejadian yang berbeda akan tetapi hakikatnya sama, dan apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik jika kita mengetahui.
Kerinduan ini jika dirasa begitu melelahkan.
Tetapi pantaskah kita mempertanyakan ketentuan Allah pada diri kita?
Sedang karunia dan nikmatNya begitu banyak bahkan untuk sesuatu yang kita tidak sempat memintanya.
Allah akan ridha kepada hambaNya yang ridha pada ketentuanNya.
Allah tahu apa yang kita rasa, Allah tahu apa yang kita inginkan. Cukuplah janji Allah untuk mengobati kerinduan kita dan yakin bahwa kesabaran kita tidak pernah sia-sia.
Bagaikan ashabul kahfi waktu seakan tak bergerak. Meski angka terus membilang. Berharap ada langkah yg terekam dan amal yg dapat dipersembahkan. Agar lintasan waktu yg berjalan tak hanya berlalu.

Kesederhanaan bukan sesuatu yang merendahkan, bukan juga sesuatu yang menghinakan. Akan tetapi kesederhanaan adalah sesuatu yang terpuji di sisi Allah dan RasulNya ketika dipilih atau diterima dalam upaya meraih keridhaanNya


Untuk kehidupan yg membahagiakan dan kekal nantinya, mengapa kita tak mau bersusah-susah saat ini? Padahal jelas waktu tak pernah berjalan mundur, lambat tapi pasti kita akan mendatanginya..
Salah satu hikmah dr ibadah di bulan Ramadhan adalah ketika hal yg sia-sia ditinggalkan kita akan punya banyak waktu untuk mengerjakan amal sholih. Jadi...ketika kita merasa takpunya waktu untuk melakukan amal sholih boleh jadi banyak hal sia sia yg kita kerjakan.

 

Kamis, 02 Mei 2013

CERITA DARI PANTI 4




Anak-anak di panti sebagian besar bersekolah di sekolah milik Muhammadiyah yang keberadaan sekolah itu sendiri susah payah untuk bertahan hidup. Kelangsungan sekolah itu adalah hasil perjuangan dari beberapa pengurus yang merelakan masa pensiunnya untuk terus menghidupkan sekolah itu. Mirip cerita laskar pelangi-lah. Sebagai sekolah yang bertahan hidup tentu saja tidak banyak murid yang ingin bersekolah di sana, walhasil keberadaan anak-anak panti menjadi modal awal untuk bangkitnya kembali sekolah itu.
Tetapi di sisi lain, sedih juga melihat mereka tumbuh dan belajar dengan fasilitas seadanya dengan teman sekolah yang punya kondisi yang nyaris sama bahkan seperti diketahui sekolah yang tidak membebankan biaya besar pada muridnya, sebagian besar muridnya dalam situasi "tidak niat"sekolah. Tidak tega mau bilang anak-anak nakal. Dalam situasi seperti itu tentu sangat susah membangkitkan semangat belajar dan kompetisi mereka, merekapun tidak mendapat tambahan wawasan yang baik untuk perkembangan kepribadian mereka karena teman mereka terbatas.
Meski mereka di panti mendapat pendidikan keagamaan cukup akan tetapi anak-anak itu perlu banyak pengalaman untuk mematangkan pribadi mereka dan membangkitkan potensi mereka
Jadi teringat saat SMA, Alhamdulillah Allah ijinkan aku bersekolah di SMA favorit, di sana bersekolah anak dari ekonomi lemah seperti aku sampai kalangan berpunya dari kota solo dan sekitarnya. Kami mendapat perlakuan sama dari sekolah karena kami membayar sama murahnya. Sehingga yang miskin pun bisa bersekolah di sekolah favorit, suatu hal yang sekarang ini nyaris tidak ada. Saat itu yang sekolah naik sepeda jengki banyak, naik bis umum juga banyak tetapi yang sudah bawa mobilpun tidaksedikit. Ketika sepatu yang kupake masih seharga 8 ribuan tidak pernah sekalipun aku diejek oleh temanku yang memakai sepatu berharga puluhan ribu. Tidak ada bully membully kala itu, kompetisi antar kami berlangsung fair dengan suasana ceria khas remaja.
Tetapi seperti itu sekarang bagaikan mimpi. Sejak SMP sekolah negeri sekalipun garis batas ditarik jelas. Benar pendidikan butuh biaya akan tetapi jika kesenjangan itu di mulai sejak sekolah maka yang mampu akan dimanjakan dengan banyak kemudahan sedang yang miskin tak banyak harapan.
Wallahu'alam