Selasa, 12 April 2016

JALAN KELUAR ITU DEKAT

Dulu ada seorang sales alat kesehatan, perempuan, setiap kali kunjungan ke apotekku selalu curhat. Tanpa kutanya lebih dulu, sebelum dia menanyakan ada orderan tidak, dia langsung saja bercerita panjang lebar. Segala hal dikeluhkannya. Mulai dari beratnya beban sejak ditinggal suaminya meninggal beberapa tahun lalu, keinginannya untuk menikah lagi, anak-anaknya yang tidak mengerti kesulitannya sampai target yang sulit tercapai.

Meskipun aku orangnya suka denger cerita, mendengar begitu banyak keluh kesahnya dan masalah pribadi yang begitu gampang diceritakan pada orang yang relatif baru dikenalnya, lana-lama jengah juga. Pengalaman orang seperti ini tidak bisa dipercaya. Aku tidak tahu apakah dia begitu juga di setiap Apotek sebagai salah satu trik dia untuk menarik simpati sehingga dapat orderan atau memang hobinya senang mengeluh saja.

Suatu ketika, dia datang dengan wajah begitu kusutnya. Tanpa basa basi langsung dikeluarkannya semua yang ingin diceritakannya. Seakan semua persoalanya mengumpul jadi satu hari itu.
Setelah dia puas cerita, kutanyakan padanya, "Nek masalahmu ruwet mbundhet koyo ngono kui mbak piye caramu le mengatasi? Ben atimu cepet padhang?

Dia menjawab tanpa ragu-ragu, "Aku lunga neng mall bu, lha piye? Arep neng pantai dewekan mengko malah piye? Nek bar saka mall mengko njuk enteng".

Terus terang jawabannya yang spontan mengagetkanku, menunjukkan memang dia biasa melakukannya.
"Bukannya kalo ke mall tambah pusing? Dadi pengin reno-reno? Kok ora dinggo sholat wae, diakehi le donga?"
"Aku yo wis donga bu, ya wis sholat barang ".

Tanpa bermaksud merendahkan mbak sales tadi, mbak sales itu tadi hanya contoh bahwa banyak dari kita mungkin termasuk juga diriku ini yang melarikan masalah dan menyandarkan kesulitan hidup pada sesuatu yang sama sekali tidak membantu kita . Kesenangan jalan-jalan di mall tidak akan membantu kita menyelesaikan persoalan kecuali hanya mengalihkannya sesaat saja.

Janji Allah Ta'alaa dalam Al-Quran bahwa Allah akan mengabulkan hambaNya yang memohon kepadaNya, kemudian di ayat yang lain Allah berfirman Hanya dengan mengingatKu hati menjadi tentram. Hanya dipahami tanpa berusaha menyakininya hingga ke dalam hati.

Sesorang dalam hidup ini butuh sandaran. Ketika duduk saja, orang mesti memilih tempat duduk yang punya sandaran kokoh, yang memberi rasa nyaman. Bagaimana mungkin sesorang bisa hidup tenang, tentram tanpa sandaran hidup yang kokoh?
Maka jalan keluar dari segala keruwetan hidup kita sebenarnya mudah dan dekat saja. Di mana ada tempat sujud, di situlah kita bisa mengadukan seluruh persoalan hidup kita.

TIADA TEMPAT KEMBALI

Sore itu suasana sepi, masih ada sisa-sisa air hujan yang nampak di halaman dan jalan. Masuk ke apotek seorang laki-laki muda dengan baju, maaf kumal, beberapa nampak tambalan di celana dan bajunya. Meski nampak terlihat seperti gelandangan, kucoba untuk bersikap biasa dan tidak berprasangka buruk padanya.

Kusapa dia,"Perlu apa mas?

Pemuda itu, dari wajahnya seperti berasal dari indonesia timur menjawab dengan bahasa indonesia dengan suara yang sangat pelan.

"Ada Albothyl bu?"


Agak sangsi kuambilkan albothyl, bagaimanapun tetap saja sangsi apa tidak kemahalan buat dia.
Sambil mengangsurkan obat itu padanya, kutanyakan padanya," Memangnya kenapa mas?".

"Telinga saya sakit sekali, sampai sini-sini, "jawabnya sambil menunjuk daerah sekitar telinga.

"Oo...kalau itu bukan albothyl obatnya".

Kuambilkan obat tetes telinga dari dalam apotek, kemudian diberikan padanya.
"Pakai ini mas, diteteskan 3 tetes 3x sehari ke telinga yang sakit".
"Diteteskan di telinga?" tanyanya sangsi.
Kemudian dia membuka obat itu dan meneteskan di telinganya.
Setelah itu dia masih mengeluhkan sakit telinganya dengan suara pelan dan tak jelas. Lama--lama takut juga aku.

"Kalo masih sakit, ke puskesmas saja?"saranku
"Di sini bukan puskesmas?",tanyanya.
"Ya bukanlah, ini apotek".

Dia masih duduk beberapa saat, menggelengkan telinganya beberapa kali. Kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah keluar
.
Waduuh...bener-bener tidak bayar nih. Terus kulihat obat tetes telinga yang dipakainya tadi. Tanggung amat. Segera kuambil obat itu, dan kubuka pintu dan kupanggil pemuda tadi.
Saat dia mendekat, kuserahkan obat itu kembali.
"Pakai saja".
Pemuda itu menerima kembali obat itu dan pergi tanpa mengucapkan terima kasih.

Sambil melihatnya pergi, berharap obat itu mengurangi sakitnya. Bagaimanapun dia tidak berbuat jahat dan hanya meminta sebatas yang dia butuhkan.

Masih termangu, ada berapa orang seperti dia?

Terkadang yang menyedihkan bukan hanya melihat kepapaan seseorang tetapi bagaimana melihat seseorang hidup tanpa orientasi yang jelas, tanpa tujuan dan tanpa rumah yang menjadi tempat kembali.

TAK SEMUA HARUS BERUBAH

Pulang dari mengajar di panti sore itu, waktu sudah jam 17.30. Berarti suamiku sudah pulang. Benar saja, saat diriku masuk rumah kudapati beliaunya sudah tiduran.
“Sampun dhahar Pakde”, sapaku sambil berjalan mendekati meja makan.
“Sudah, Alhamdulillah enak”,jawabnya seperti biasa setiap kali dia selesai makan
.
Hari itu aku masak Cap Jay kuah, menu andalan. Tinggal potong-potong sayuran terus cemplung-cemplung, selesai. Enak, cepat dan sehat.

Saat kubuka tudung saji, kulihat sebuah sendok teh panjang yang biasa untuk minum es duduk manis di mangkok Sayur. Rupanya aku lupa menaruh sendok sayur dan suamiku menggunakan sendok es itu untuk mengambil sayur.

“Masya allah pakde mosok yo ambil sayur pakai sendok es?’

“Ora po po Budhe. Aku cuman ingin menujukkan bahwa aku tidak melakukan diskriminasi terhadap sendok-sendok itu sehingga yang berhak mengambil sayur hanya sendok sayur, biar sendok es juga punya kesempatan sama untuk mengambil sayur”
.
He he he bisa saja Suamiku ngelesnya. Sakjane ya tidak gantekan saja untuk hal hal kecil seperti ini.
Begitulah sodara-sodara, kadang setelah belasan tahun menikah ada saja hal-hal kecil atau sifat dari suami yang tidak berubah. Meskipun itu kita tak suka dan sudah protes, eh…tepatnya ngomel berulang kali.

Persis iklan Tanggo….berapa kali? Ratusaan….

Jika itu bukan suatu hal yang mempengaruhi hajat hidup keluarga dan prinsip hidup yang efeknya akan sampai akhirat nanti, maka berlonggar hati adalah cara paling mudah untuk hidup aman dan sejahtera. Hidup berumah tangga tidak harus semua jadi sama akan selalu ada sisi-sisi dari pasangan maupun kita yang akan tetap sama, tidak berubah. Soal selera misalnya.

Memahami atau mengerti atau membiarkan mana sifat yang memang harus berubah atau tidak perlu dipersoalkan akan semakin mudah seiring dengan semakin kenalnya kita dengan sifat suami kita. Begitupun sebaliknya.

Tentu saja itu butuh waktu.

SALING PENGERTIAN

Sore itu suamiku pulang kerja dengan wajah terlihat sedang berpikir.
Saat kutemani dia makan, suamiku berkata,”Budhe aja anyel disik yo saiki, aku lagi anyel je neng kantor ki”

Maka kujawab, “ Ya, aku ora anyel wis saiki”. Hi hi hi

Aneh ya...mosok anyel kok giliran? Emosi kok dijadwal?

Tapi begitulah yang kami biasakan, memberikan kesempatan bagi salah satu dari kami untuk “menikmati” suasana hati yang lagi tidak baik agar emosi itu mereda tanpa memberi dampak bagi salah satu dari kami. Mau cerita atau tidak cerita itu pilihan yang lagi emosi.Dengan begini biasanya juga tidak akan lama.

Berbeda dengan memuaskan, sikap seperti ini lebih sebagai permintaan agar mengambil jarak atau memaklumi sehingga tidak akan timbul percikan yang merugikan, karena biasanya emosi seperti ini disebabkan oleh persoalan diluar kami berdua. Hal ini juga akan menghindarkan diri dari kesalahpahaman yang mungkin terjadi.

Saling pengertian adalah hujan yang menyuburkan bagi tanaman kasih sayang dalam rumah tangga. Yang selalu dibutuhkan sepanjang kehidupan rumah tangga itu berjalan. Tak akan bisa dilakukan oleh salah satu pihak saja. Maka mengusahakannya dengan berbagai cara adalah sebuah keharusan bagi kebahagiaan rumah tangga kita.

Wis mirip konsultan pernikahan belum? Hee....

BAGAI MENGARUNGI SAMUDERA

Seorang ponakan ketemu gede (ketemunya sudah gede dan dia langsung manggilku Budhe, hee) menghubungiku beberapa hari yang lalu. Dia menikah Beberapa bulan yang lalu, dan sekarang mengikuti suaminya pindah keluar pulau jawa.

Setelah saling bertukar kabar, kutanya,
"Wa-ne aktif to? Dadi isa luwih penak ngobrol..."
"Ora'e budhe, wa ro fb off kabeh"
"Kenopo? Ora ana sinyal?
"Ora ana sing nggo maketke budhe, dadi tak offke kabeh".


Sampai di sini, tidak kuteruskan pertanyaanku. Dia berkata sesungguhnya atau tidak, kuhormati perasaannya untuk tidak bertanya lebih jauh. Setelah kudoakan agar rumah tangganya dibarakahi Allah, sms pun berhenti.

Terkadang, seseorang harus mengawali kehidupan rumah tangganya dalam situasi yang berat. Bukan karena tak ada cinta, atau karena mereka mengawali dengan banyak masalah. Akan tetapi pernikahan memang bukan puncak kebahagiaan, ia adalah awal dari kehidupan. Kehidupan berdua tentu saja.

Orang bilang menikah seperti mengarungi samudera, sekokoh apapun kapal yang kita punya, seganteng apapun nahkodanya, tidak bisa menghindari ombak yang akan datang. Masalah akan selalu ada, karena itu fitrah kehidupan dan itulah yang menjadikan menikah menjadi sesuatu hal yang besar di hadapan Allah subhana wa ta'alaa.

Maka doa yang diajarkan Rasulullah bagi pengantin baru adalah barakallahu laka, wa baraka 'alaika wa jama'a baina Kumma fi khair. Karena barakah Allah yang berlimpah kepada kita itulah yang akan menjadikan segala situasi yang ditemui membawa kebaikan buat kita. Kondisi lapang maupun sempit.

Allahul musta'an

SEGALANYA TAK LAGI SAMA

“Segalanya tak lagi sama”, begitu nasehatku tatkala mengetahui kegalauan adikku ketemu gede yang juga baru beberapa bulan menikah.

Berapa sih adikku ketemu gede? He he he… banyak, setiap kali berteman yang usianya terpaut jauh kuanggap adik, nek terpautnya jauuh sekali, ya…kuanggap ponakanku. Lumayankan ada yang bisa kunasehati ? Namanya juga loro omong, hee….

Kembali ke adikku yang lagi galau menghadapi situasi yang berbeda yang ditemui setelah menikah.
Setelah ijab kabul segalanya menjadi tidak sama, ada yang banyak berubah terkait dengan hak dan kewajiban sebagai konsekuensi dari perubahan status. Hal ini yang sering tidak begitu disadari oleh mereka yang baru menikah. Apalagi jika presepsi kehidupan menikah itu bak dongeng-dongeng. Setelah menikah bahagia selamanya .

Kemudian ketika tidak sesuai dengan bayangan, membandingkan keadaan saat masih bersama orangtua dengan setelah menikah.

” Penak tasih kalih bapak-ibu mbak”

Bagaimana bisa?

Keadaan saat masih bersama orangtua tidak bisa dibandingkan dengan setelah menikah, karena itu dua hal yang berbeda. Membandingkan keduanya akan menyebabkan seseorang mengambil sikap yang salah ,karena kehidupan setelah menikah adalah kelanjutan dari kehidupan bersama orangtua sebelum menikah. Untuk itulah dibutuhkan kedewasaan sikap untuk bisa beradaptasi , baik dengan suami ataupun situasi yang berbeda.

Kehidupan awal pernikahan memang membutuhkan banyak energi. Ada banyak yang harus disesuaikan dan diupayakan untuk bisa terbentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan penuh rahmat dari Allah Subhana wa Ta,alaa. Segala apa yang Allah syariatkan dalam pernikahan baik yang berkaitan dengan istri ataupun suami sejatinya adalah untuk memudahkan pasangan suami istri itu untuk mencapai tujuan tersebut. Maka menunaikan apa yang menjadi kewajibannya harus lebih didahulukan dari menuntut apa yang menjadi haknya.

Hidup berumah tangga memang butuh ilmu dan kesabaran untuk menjalani proses. Tetapi percayalah kebahagiaan itu tidak terletak di ujung proses tetapi ada di setiap langkah saat menjalani proses tersebut.

Tetaplah bersyukur dan berprasangka baik pada Allah.