Sabtu, 30 November 2013

KENANGAN SEDIH


Saya suka menulis diary sejak SMA sampai sekarang, meski sudah jarang banget.
Ada beberapa buku diary yang masih saya simpan, salah satunya buku diary itu benar-benar "basah", saat merekam perjuangan saya ketika Allah menguji dengan 'sakit' beberapa belas tahun yang lalu. Saking basahnya buku itu saya sampai gak tega baca kembali buku itu.
Kenapa tidak saya buang?
Bukannya saya ingin membelenggu diri sendiri dengan kesedihan, menyimpan kenangan menyedihkan yang berakibat pada penyesalan. Samasekali tidak.
Ketika kita bisa mengambil jarak dari kenangan sedih itu, menyimpannya memberi manfaat untuk mengingatkan akan nikmat Allah karena pertolongannya jualah ujian itu terlewati.
Tetapi jika kenangan sedih itu membebani maka perlu dibuang jauh-jauh karena membuat kita susah bahagia.
Maka salah satu kunci kebahagiaan adalah kemampuan untuk mengelola masa lalu, simpan yang berguna, buang yang membebani.
Rasulullah shalallahu a'laihi wassalam mengajarkan sebuah doa untuk mengatasi kesedihan:
“Ya Allah, RahmatMu aku harapkan, janganlah Engkau serahkan segala urusanku kepada diriku sendiri walau sekejap mata, perbaikilah segala urusanku, tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau.” (HR Abu Dawud)

KENANGAN HAJI (1)

Salah satu yang membuat saya terharu ketika Allah izinkan untuk menunaikan ibadah haji beberapa tahun yang lalu adalah saat memakai gelang identitas jamaah haji indonesia. Gelang sederhana dari besi tempa tersebut telah membuat saya meneteskan airmata. Kenapa? Karena di gelang tersebut terukir nama saya dan nama orangtua.
Ya Allah, Engkau izinkan nama bapak terukir di gelang ini sebagai tanda anaknya menunaikan ibadah haji.Bukan sebagai suatu kebanggan tetapi harapan bahwa Allah juga memberikan pahala kepada kedua orangtua dari setiap amal kebaikan yang yang dikerjakan seorang anak tanpa mengurangi pahala anak itu sendiri.
Sebagai seorang anak yang ditakdirkan tidak mempunyai waktu lama untuk menemani orangtua, apa yang bisa diberikan kepada orangtua setelah wafat mereka selain doa dan amal sholih yang diterima?
Allahumma taqabbal minna, innaka antas sami'ul a'lim


 Foto: Salah satu yang membuat saya terharu ketika Allah izinkan untuk menunaikan ibadah haji beberapa tahun yang lalu adalah saat memakai gelang identitas jamaah haji indonesia. Gelang sederhana dari besi tempa tersebut telah membuat saya meneteskan airmata. Kenapa? Karena di gelang tersebut terukir nama saya dan nama orangtua.
Ya Allah, Engkau izinkan nama bapak terukir di gelang ini sebagai tanda anaknya menunaikan ibadah haji.Bukan sebagai suatu kebanggan tetapi harapan bahwa Allah juga memberikan pahala kepada kedua orangtua dari setiap amal kebaikan yang yang dikerjakan seorang anak tanpa mengurangi pahala anak itu sendiri.
Sebagai seorang anak yang ditakdirkan tidak mempunyai waktu lama untuk menemani orangtua, apa yang bisa diberikan kepada orangtua setelah wafat mereka selain doa dan amal sholih yang diterima?
Allahumma taqabbal minna, innaka antas sami'ul a'lim

Rabu, 20 November 2013

SESEKALI PERLU MUNDUR

Dulu semasa kuliah paling males kalau harus mengulang, berapapun nilai yang keluar yaitu hasil yang diterima, sepertinya membuang waktu untuk melakukan sesuatu hal yang sama 2 kali. Intinya tidak suka bolan-baleni sesuatu. Dalam hal lainpun begitu, sekali buat sesuatu harus jadi.
Ternyata saya berjodoh dengan seorang laki-laki dengan sifat yang sama yaitu tidak suka mengulang tapi beda tempat, yakni dia paling tidak suka kalau mengendarai motor/mobil itu mundur, jadi kalo mau beli sesuatu tokonya terlewati, pilih beli ke toko yang lain yang tidak pake acara mundur. Aneh bukan?
Mungkin ini adalah sebagian dari rahasia Ilahi, terkadang jodoh mempertemukan 2 orang dengan sifat yang sama tanpa disadari dan seringnya adalah sifat'negatif' agar dalam berjalannya waktu sepasang suami istri bisa saling memperbaiki.
Pada akhirnya saya harus mengakui mengulang itu bukan suatu kesia-siaan selama bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dan mundur beberapa langkah juga bukan suatu kekalahan ataupun kerugian jika memang itu lebih mendekatkan pada tujuan yang ingin dicapai.
Hidup sendiri adalah kesempatan untuk memperbaiki diri, kesempatan untuk mengulangi suatu perbuatan jika kemarin sempat berbuat kekeliruan dan kesalahan dalam melakukannya.
Taubat adalah mundur dari kemaksiatan.
Semoga tak ada penyesalan di suatu saat nanti karena keinginan untuk mengulang hidup tak akan pernah terjadi.

Minggu, 17 November 2013

KEBAIKAN YANG BERULANG

Sejak SMA suamiku sudah 'nglajo' untuk sekolah di yogya. Dari rumanya di kulon progo dtempuh dengan 2 kali bus. Sekitar 25 km.
Suatu hari dia kelupaan bawa uang saku, berbekal kedekatan karena sering naik bis yogya-wates dia digratisi sama kenek bis sampai di wirobrajan, bagaimana perjalanan selanjutnya? Maka suamiku mendekati seorang calo bis yang biasa mangkal di wirobrajan. Pekerjaan calo bis ini selain mengarahkan pemumpang ke bis-bis tertentu, dia juga memberi informasi ke kondektur waktu keberangkatan bis kompetitor lainnya sehingga bis ini bisa mengatur jarak dengan bis di depannya.
Singkat cerita, suamiku pinjam uang ke calo ini untuk ongkos sekolah selanjutnya dan di kasih.
Kejadian itu sekian tahun telah lewat, hampir 25 tahun yang lalu.
Kemarin itu, karena beberapa hal, suamiku ke kantor naik bis. Tidak terduga berbarengan dengan mogoknya bis kota karena perluasan trayek bis trans yogya. Maka terdamparlah suamiku di wirobrajan menunggu kendaraan yang bisa mengantarkan ke kantornya. Pada saat menunggu itu ada yang menawarinya untuk mengantarkan sampai UGM. Tahukah siapa orang itu? Ya... calo yang meminjami suamiku uang saat SMA dulu. Dia masih jadi calo bis.
Ada yang membuat suamiku terharu, sekian tahun berjalan meski sepertinya garis nasibnya tak berubah dalam kehidupan yang keras di jalan, bapak itu memiliki kelembutan hati dalam menolong meski ada motif ekonominya juga. Dua kali ditolong oleh orang yang sama dalam interval waktu yang sangat lama menunjukkan sifat baik itu adalah miliknya.
Semoga Allah meluaskan rizqinya, dan memberinya hidup dan kehdupan yang barakah.

Kamis, 14 November 2013

BELAJARLAH MEMBERI

Seorang temanku mempunyai putri kembar, masih usia balita, cantik bagai bidadari. Tak pernah bosan rasanya menatap keduanya, apalagi karena keberadaan orangtuanya menjadikan mereka selalu serasi dengan baju yang kembar atau senada, nampak manis dan lucu. Hampir setiap perjumpaanku dengan ibu dan anak kembarnya ini tak pernah kudapati mereka berdua memakai baju yang sama.
Hingga suatu hari aku bertanya padanya, " Anakmu ki klambine sepiro akehe, perasaan gonta ganti wae, ora tahu podho"
" Sak lemari kebak kae budhe, wingi wae wis tak ringkesi ana 2 tas besar wis ra dinggo", jawab temanku.
"Terus mbok apakke?", tanyaku lagi.
"Tak simpen wae", jawabnya.
" Mbok dikekke tonggo-tonggomu kan akeh sing butuh lagian baju-bajunya masih bagus to?", saranku.
" Ra penak'e budhe, ndak darani ngenyek, wedi nek tersinggung",begitu alasan temanku.
Heran aku dengan jawaban seperti ini, yang sayangnya tidak cuman dia seorang yang mengatakannya.Jawaban seperti ini pernah juga diucapkan oleh beberapa orang yang berbeda ketika kuberi saran yang sama sebagai solusi memanfaatkan bajunya yang berjubel-jubel di lemarinya.
Sejak kapan memberi itu berarti menghina? Sehingga membuat orang takut untuk memberi karena khawatir yang diberi tersinggung?
Kalo meminta itu memang menghinakan diri tetapi memberi itu tidak berarti menghina yang diberi. Selagi yang diberikan adalah barang yang bagus/baik dan ketika memberi tidak dengan sikap yang merendahkan mestinya tidak perlu kekhawatiran seperti itu. Perkara kok yang diberi jadi tersinggung itu yang bermasalah adalah dia, dibaiki kok malah marah kan aneh namanya.
Sifat dermawan, suka memberi adalah sifat yang sangat di sukai Allah dan Rasulnya, bahkan sebagai salah satu tanda keimanan seseorang.
Rasulullah shalallahu a'laihi wassalam pernah bersabda, "Bersadaqahlah dan janganlah engkau terlalu memperhatikannya (memperhatikan kwantitasnya), sebab Allah tetap memberikan perhatian-Nya kepadamu.” (HR. Al-Bukhari dan Ibnu Hibban)
Dari hadis di atas hendaknya seseorang tidak merasa malu untuk bershodaqah dengan sesuatu yang sepele karena setiap shodaqah yang ikhlas akan tetap diperhatikan Allah tabarakta wa taa'la.
Sebagaimana amal baik lainnya, shodaqah, dermawan, itu perlu dilatih. Keenganan untuk memberi padahal dia tidak pelit semata mata karena tidak terbiasa saja.
Sayang bukan jika kesempatan untuk mendapatkan pahalanya Allah hilang hanya karena menuruti perasaan yang salah?
Ada baiknya kita renungkan firman Allah taa'la dalam surat Al-Lail: 17-21 :
"Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu
"yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
"Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus   dibalasnya
"tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi.
"Kelak dia akan benar-benar puas.
Wallahu A'lam
Diatri Ratih Rahayu,S.si,Apt

Rabu, 06 November 2013

PERHATIKANLAH TEMAN-TEMANNYA

Sebuah iklan obat cacing saat menghimbau konsumen untuk tidak lupa memberi obat cacing untuk anaknya, dengan sebuah nasehat:
“Anak anda mungkin bersih tetapi bagaimana dengan teman-temannya?”

Sepertinya bagus juga nasehat itu dibawa ke hal-hal lainnya agar orangtua lebih waspada.
“Anak anda rajin mengaji tetapi bagaimana dengan teman-temannya?”
“Anak anda rajin belajar tetapi bagaimana dengan teman-temannya?”
“Anak anda tidak berkata buruk tetapi bagaimana dengan teman-temannya?”
“Anak anda tidak merokok tetapi bagaimana dengan teman-temannya?”
“Anak anda tidak pernah melihat pornografi tetapi bagaimana dengan teman-temannya?”

Dan masih banyak deret pertanyaan yang bisa dibuat. Bukan untuk menyebarkan paranoid tetapi mengajak orangtua untuk waspada, karena banyak orangtua merasa aman-aman saja dengan pergaulan anak-anaknya tidak tahu apa yang tetjadi di balik punggungnya. Membatasi pergaulan anak, jelas bukan suatu langkah yang tepat karena bagaimanapun seorang anak membutuhkan teman untuk bersosialisasi dan mengembangkan kepribadiannya. Maka yang perlu dilakukan adalah memastikan anak mampu untuk memilih  dan mendapatkan teman-teman yang baik.

Rasulullah Shalallahu a’laihi wasallam memberi nasehat dalam memilih teman,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Hadis diatas perlu dipahami oleh orangtua agar bisa mengajarkan pada anaknya bahwa parameter kebaikan dalam memilih teman adalah kebaikan agamanya,dalam bentuk yang lebih kongkret dilihat dari bagaimana sholatnya, akhlaqnya, sikapnya pada orangtua dsb. Seorang anak tidak akan bisa memilih teman yang shalih jika dia sendiri tidak terbiasa dan terdidik dalam keshalihan keluarga, tidak melihat contoh keseharian dari orangtuanya. Memilihkan anak sekolah yang baik hanya satu cara untuk menjaga pergaulan anak tetapi memberi bekal dan landasan yang kuat saat mereka bergaul dengan teman-temannya akan jauh lebih penting karena orangtua tidak bisa mengawasi anaknya 24 jam.

Sangat sedih melihat anak-anak belia tersangkut masalah-masalah besar baik sebagai pelaku ataupun sebagai korban, dan semua itu tidak terlepas dari teman-temannya.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dan keluaraga kita dari pengaruh teman-teman yang buruk dan mengumpulkan kita bersama teman-teman yang baik.
Wallahul musta’an.