Rabu, 23 Desember 2015

ROMEO ALIAS KECIMPRING

Kerupuk ini terbuat dari singkong yang diparut kemudian dibumbui dengan garam, bawang dan daun bawang, di cetak di atas tutup panci kemudian diuapkan di atas panci berisi air mendidih baru dijemur. Di solo dulu, kami menyebutnya romeo, entah kemana si yulietnya. He he he.

Di sinetron preman pensiun, disebutnya kecimpring.

Lamaa...saya tidak mau makan kerupuk ini. Bukan karena tidak doyan atau tidak suka. Lebih karena kerupuk ini mengingatkan saya pada ibu saya. Dulu semasa masih kecil, ibu membuat kerupuk ini untuk mendapatkan uang belanja tambahan karena penghasilan bapak sebagai pegawai negeri rendahan tidak cukup untuk menghidupi 6 anaknya. Setiap kali lihat kerupuk ini selalu teringat betapa ibu saya harus kerja keras untuk membuat kerupuk-kerupuk seperti ini. Hal itu yang membuat saya tidak tega makan si romeo ini.

Tetapi, ternyata si kecimpring ini malah sering hadir di kehidupan saya. Lewat kakak ipar saya yang tinggal di daerah jawa barat. Dia sering hadir menjadi oleh-oleh ketika mudik karena banyak tetangga-tetangganya memberi kakak saya si kecimpring ini untuk oleh-oleh saat pulang ke yogya. Maka kecimpring ini hadir dengan wajah yang berbeda , dia hadir membawa cinta. Buah dari kebaikan tetangga dan keinginan membahagiakan saudara. Maka sungguh tak pantas jika sesuatu yang hadir karena cinta saya terima dengan kesedihan.

Rasanya pun sakjane memang enak.

Maka saya mencoba untuk memaknainya berbeda, agar bisa berdamai dengan masa lalu dan tidak menjadikan kesusahan masa lalu sebagai prasasti yang dikenang dengan penuh air mata. Hayyah lebay.
Mencoba untuk memaknai bahwa kerja keras bukan sebuah kesedihan, bentuk cinta seorang ibu kepada anaknya dan contoh nyata bahwa kesulitan hidup bukan untuk ditangisi tetapi diatasi untuk kebahagiaan di masa depan. Kerja keras yang menumbuhkan cinta, kebanggaan dan kehormatan diri. Kebaikan yang tak bisa dibalas dengan emas sepenuh bumi.
Semoga kerupuk-kerupuk itu akan menjadi saksi dihadapan Allah Subhana wa Ta'alaa dan menjadi asbab berlimpahnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada ibu kelak. Amiin..‪#‎ngusap‬ airmata.

Pagi ini, kerupuk itu hadir di meja makanku juga dengan penuh cinta.

JADI BUDHE SAJA

Dulu, satu perkataan yang kurasa paling menyakitkan berkenaan dengan anak adalah ucapan, "Jenengan durung tahu ngrasakke punya anak".
Wuiih...itu sakitnya bukan hanya nusuk dada bahkan tembus ke punggung. Ha ha lebay poll.
Perkataan itu diucapkan kepadaku barangkali karena tidak tahan dengan kenyinyiranku yang sebenarnya ingin memberi nasehat atas sikapnya terhadap anaknya. Meski niatku baik tetapi mungkin dirasa tidak enak diterimanya.

Dan ucapan itu sangat ampuh untuk membuat saya diam.

Tetapi sekarang, setelah beberapa waktu berinteraksi dengan banyak anak yang beranjak besar ataupun yang sudah besar. Berusaha mendekati mereka, mengambil hati dan kalo bisa mempengaruhi mereka. Mencoba untuk memperhatikan dan menyayangi mereka seumpama anak sendiri.
Saya baru sadar ucapan mereka, "jenengan durung tahu ngrasakke punya anak"itu memang benar adanya. Ada banyak yang saya tidak tahu dan tidak bisa saya lakukan karena saya belum pernah jadi ibu.

Mendidik anak, mendampingi mereka, mengarahkan mereka ternyata lebih susah dari yang saya bayangkan. Ada sisi dari hati mereka, bagian dari sifat mereka yang hanya bisa tersentuh oleh ibu mereka. Seseorang yang dekat dengan mereka, yang kedekatannya tak akan pernah tergantikan oleh wanita lain betapapun baiknya wanita itu pada mereka.
Ikatan ibu dan anak adalah ikatan hati yang sangat spesial. Tak tergantikan.

Oleh karena itulah ibu-ibu sayang, jika anak-anak kalian sedang bermasalah maka yakinlah ibu-ibulah yang bisa menasehati mereka, merengkuh mereka kembali, menyentuh mereka dengan kedekatan hati yang hanya kalian yang punya.

Kesadaran itu juga membuat saya lebih ringan, tidak berpikir rumit-rumit dan tidak memaksa diri untuk segera melihat hasil. Padunya gak bisa ding...😉
Memang pas kalo saya berperan jadi budhe saja 😀.
Ayo...ayo...mari sini, siapa mau dekat sama budhe nyinyir tapi baik hati, nanti kita belajar bikin puisi sambil masak mi atau makaroni...

MENGHARGAI USAHA SENDIRI

Kemarin ada seorang medrep sebuah produsen obat generik datang ke apotek. Dulu saat awal dia mulai kerja sering datang ke apotek, menawarkan obat generik yang dia bawa sembari bercerita tentang kesulitan dia mengejar target penjualan yang di bebankan padanya.

Beberapa bulan kemudian dia tidak muncul di apotek.

Baru kemarin dia datang lagi membawa sebuah produk susu kedelai.
"Saya sudah tidak di **labs lagi bu, saya sudah keluar", katanya mengawali ceritanya siang itu.
"Sekarang saya bawa ini, dan merintis usaha bisnis kuliner bersama istri saya".

"Oh, sudah jadi menikah? Selamat ya ..Moga barakah, jadi keluarga sakinah,"kataku. Seingatku dia pernah cerita sedang mempersiapkan pernikahannya.
"Saya buat nasi kuning Banjarmasin sesuai daerah asal istri saya, dibungkus pakai mika itu bu. Malam itu saya racik-racik sampai jam 9. Jam 2 saya mulai masak nasinya, jam 4 saya sudah keluar nitipkan nasi kuning itu. Alhamdulillah nitip 20 habis.
Sebelumnya saya buat nasi kuning yang biasa itu bu, tapi tidak begitu laku. Yang kembali banyak, nitip 10 kembali 6. Jadi gak semangat, setelah ganti resep. Alhamdulillah habis terus. Kemarin dapat pesanan 40 bungkus", ceritanya penuh semangat.
"Sekarang habis berapa bungkus perhari?"
"Target kami 50 bungkus/perhari, tapi sampai sekarang belum tercapai. Tidak apa-apa bu, insya Allah nanti tercapai", mengakhiri ceritanya.

Selang kemudian dia pun pamit.

Senang sekali melihat semangat dan ketangguhannya. Seorang anak muda, penampilannya keren juga, seorang pengantin baru. Mau bekerja keras untuk memulai usaha dengan suatu usaha yang terlihat kecil, berapalah laba dari 20 bungkus nasi kuning? Tapi tetap optimis dan gembira meski hasil yang di dapat belum besar.

Jarang melihat seorang muda yang bisa memandang besar usahanya sendiri meski hasil itu masih kecil, mudah-mudahan kelak Allah akan menjadikan usaha kecilnya itu menjadi besar dan mencukupinya.

MENOLONG YANG LEMAH

Seorang laki-laki muda, dengan penampilan seadanya mendaftarkan putrinya di sebuah RS milik pemerintah. Dokter yang memeriksa putrinya menyarankan agar sang anak menjalani operasi . Maka sore itu dia datang bersama istri dan anaknya untuk mulai menjalani rawat inap, karena jadwal operasi telah ditetapkan keesokan harinya.

Tanpa banyak kata, diselesaikan satu-satu persyaratan administrasi yang diperlukan. Sementara istrinya dengan kemurungan yang sama duduk menanti bersama anak perempuannya dengan kediaman yang tidak berbeda. Tak ada niat untuk mencari tahu apa saja berkas yang harus diisi dan ditanda tangani suaminya, juga tak ada pertanyaan kamarnya nanti di mana, klas berapa dan kerepotan lainnya yang acap kali dipertanyakan bagi mereka yang punya banyak pilihan.

Tak berapa lama, suaminya menoleh dan berkata, “ Bu, tanda tangan”.
Pelan saja suara suaminya dengan nada yang tak yakin apakah istrinya bisa tanda tangan.
Istrinya ragu-ragu mendekat. Selesailah sudah urusan, tinggal menunggu perintah untuk masuk ke bangsal rawat inap yang disediakan.

Tersentuh aku melihat fragmen itu, ekspresi dari jiwa-jiwa sederhana yang tak punya banyak pilihan dan juga kesempatan memilih. Apa yang akan mereka terima, mereka pasrahkan sepenuhnya pada takdir yang telah ditetapkan untuk mereka. Tanpa prasangka, semua diterima apa adanya.

Mungkin mereka sendiri, mungkin mereka tak punya daya, tak banyak orang yang akan memperhatikan dan merisaukan keadaan mereka tapi sesungguhnya rahmat dan kasih sayang Allah hadir pada penderitaan mereka melalui perintah-perintahNya kepada umatnya untuk menyayangi dan menolong orang yang lemah di antara kita.

Sesungguhnya nikmat itu tidak hanya berupa berlimpahnya harta, tetapi juga ringannya hati untuk menolong dan menyayangi mereka yang lemah dan membutuhkan karena dari situlah kedekatan kepada Allah Subhana Wa Ta'alaa dapat kita raih. Tentu jika semuanya hanya ikhlash karenaNya.

MENGHILANGKAN KESEDIHAN

Saat melewati sebuah tempat yang menjadi bagian masa laluku, tiba-tiba hatiku sesak dan mataku mulai berkabut.

Ah…tiba-tiba saja kesedihan melanda, terbayang kembali masa-masa yang berat di kehidupanku, saat-saat ketika air mata ini banyak tertumpah.

Sebagiannya kulewati di tempat itu.

Beruntungnya aku segera tersadar dan tidak meneruskan lamunan kesedihanku itu.
Bukankah itu semua sudah terlewati?
Bukankah saat masa itu kulewati juga aku masih bisa tersenyum dan tetap merasakan kebahagiaan meski begitu banyak persoalan yang harus kuhadapi?
Astaghfirullahal adzim.

Setiap orang pasti pernah melewati masa-masa yang berat dalam hidupnya.
Sebagai proses pendewasaan dirinya agar kita menjadi manusia yang semakin baik dari hari ke harinya. Sebagai ujian dari Allah Subhana wa Ta’alaa untuk melihat seberapa besar keyakinan kita akan pertolonganNya.

Maka ujian-ujian itu sesungguhnya adalah jalan bagi kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan asbab berlimpahnya rahmat dan kasih sayangNya saat kita sabar dan menerima semua yang terjadi pada kita.

Mengeluh dan bersedih berlebihan selain hanya akan memperpanjang penderitaan juga menghilangkan hikmah dan pahala yang Allah sediakan.

Jangan bebani diri sendiri dengan kesedihan masa lalu.

 Ø§Ù„لهم إني أعوذبك من الهم والحزن

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa susah dan duka

DARI MBAH KEBO HINGGA MBAH CEMPLUNG

Hari libur pilkada serentak kemarin, kami berkesempatan untuk sarapan di warung makan mbah Cemplung,Kasihan Bantul, warung makan yang menyediakan ayam goreng kampung ini sudah terkenal seantero jagad. Paling tidak di jagad fesbuk, saking seringnya lihat foto orang makan di Mbah Cemplung.

Sudah berasa orang kaya saja ni, sarapan saja menyempatkan diri pergi ke tempat makan terkenal. Hi hi hi

Sebenarnya sih, awal gak ada niat ke sana. Pagi hari itu kami, aku dan suamiku dan ponakan-ponakanku, ibu dan adik iparku, rombongan pokoke, cuman berniat ke pantai Baru yang hanya berjarak 45 menit perjalanan. Mumpung libur, menghirup udara segar dan bisa pesan makanan ikan goreng/bakar kemudian makan di pinggir pantai dengan harga murah meriah. Teapi rupanya pilkada serentak memepengaruhi situasi di sana, pantai yang bisanya di pagi hari sudah rame orang yang jualan makanan, mendadak sepii…tidak ada warung yang buka. Kebetulan saja Kulon Progo tidak menyelenggarakan pilkada tahun ini, jadi kami tidak punya tanggungan untuk memilih.

Akhirnya kami memutuskan untuk ke mbah Cemplung itu saja. Meski orang yogya tapi terus terang belum pernah ke sana, dan tidak tahu tempatnya. Dibantu google maps sampailah kami di sana. Meski agak ndhelik tetapi terlihat kalo tempat ini rame dikunjungi. Ayam kampung goreng dengan bumbu, cita rasa dan suasana tradisional memang jadi daya tarik sendiri.
Mungkin Mbah Cemplung tidak akan pernah menyangka usaha ayam gorengnya bisa melegenda seperti sekarang ini, tren berburu tempat kuliner sebagai gaya hidup kekinian didukung media sosial yang sangat masif menjadi berkah tersendiri bagi usaha kuliner tertentu.

Di Kulon Progo juga ada warung makan yang mulai melegenda walau warung makannya masih sangat sederhana, adalah warung makan Mbah Kebo. Menunya juga sederhana, ayam goreng, entah ayam goreng kampung atau ayam petelur yang sudah tua yang biasanya sudah mirip ayam kampung juga, dan sayur tholo dengan Lombok ijo. Warung itu selalu rame( baru beberapa kali ke sana sih, kabarnya begitu). Selain para bikers, banyak juga pasangan muda yang menyempatkan diri ke sana. Konon dulu makan di mbah kebo itu murah sekali, tetapi semenjak rame, harganya jadi lebih mahal.
Bedanya di mbah Kebo yang jual masih simbahnya sendiri, warungnyapun belum ditata. Jika saja anak cucunya Mbah Kebo sedikit lebih peka, maka warung itu bisa dikembangkan dan menjadi legenda kuliner yang banyak dicari oleh para penikmat kuliner, mumpung jamannya masih mendukung.

Dari warung mbah Cemplung hingga warung mbah Kebo sesungguhnya memperlihatkan bahwa rezqi itu benar-benar Allah yang atur. Apakah Mbah Kebo itu pasang status di fesbuk ? Jelas tidak, tapi warungnya terkenal tanpa dia berusaha untuk memperkenalkannya, demikian juga mbah Cemplung. Dia dapat promosi gratis dari kesukaan orang-orang untuk narsis di tempat-tempat yang dikunjunginya. Dan itulah rizqi yang Allah berikan buat mereka.

Maka berusaha memang tidak hanya butuh kerja keras, tetapi juga ketekunan dan keyakinan bahwa Allah-lah yang mengatur rizqi kita. JIka Allah berkehendak maka sangat mudah bagiNya untuk membuka pintu-pintu rizqi buat kita.
Dan saat-saat pintu rizqi itu sudah terbuka, mestinya kita paham dari siapakah rizqi ini datangnya dan apakah kewajiban kita terhadap Allah, Yang Maha Pemberi Rizqi.