Rabu, 25 Februari 2015

REZQI DARI ALLAH

Pagi itu selepas subuh kami boncengan pergi ke pantai. Hanya butuh waktu 30-45 menit kami sudah sampai di pantai Trisik. Hal yang dulu sering kami lakukan, menghirup segarnya udara pagi di pantai, duduk sebentar menikmati deburan ombak sambil minum teh panas yang kami bawa dari rumah dengan sebuah termos kecil. Tak perlu banyak persiapan, waktu dan biaya. Nikmat bukan?
Di pantai sudah ada sepasang suami istri, mereka sudah minum the dan makan bekal mereka. Asyiknya mereka berdua naik sepeda.
"Nek aku numpak sepeda piye yo mas?", kataku.
"Paling yo ra tekan", jawab suamiku ringan.
Hi hi hi ya iyalah, naik sepeda sebentar saja sudah ngos-ngosan.
Ada beberapa bapak-bapak yang berjalan menyisiri pantai sambil menggenggam jala. Mereka adalah penduduk desa, yang bertani di pinggir pantai dan mencari tambahan penghasilan dengan menjala ikan. Jala ditebar di laut kemudian dia berjalan menyisir pantai mengikuti jala yang terbawa ombak
Suamiku mengajak untuk mengikuti bapak itu. "Nanti kita beli ikan hasil tangkapannya".
Sambil mengamati bapak itu, " Kok bisa ya di laut seluas ini dengan arus sederas itu ada ikan nyangkut di jala," aku berkata dengan takjub.
Tak lama kemudian jala ditarik, terlihat beberapa ekor ikan Surung besar dan kecil, ikan layur, dan seperti ikan kembung, ada sekitar 10-an ekor ikan. Tidak banyak ya, padahal sepertinya berat.
"Kula tumbase pak iwakke, pinten?", kataku.
Sejenak bapak itu menghitung-hitung,"35 ewu mawon bu".
Kubeli ikan itu tanpa kutawar lagi. Tiga puluh lima ribu untuk seikat ikan, fresh from the sea.
Masya Allah, beginilah Allah mengatur pembagian rizqi untuk hamba-hambaNya. Ikan untukku dan 35 rb untuk bapak itu. Alhamdulillah

BEBAN PERASAAN

Terkadang hidup terasa sulit untuk dijalani.
Bukan hanya karena beratnya persoalan atau kesulitan yang ditemui tetapi juga karena beratnya beban perasaan yang harus ditanggung.
Beban perasaan adalah penderitaan yang tak terlihat. Bisa jadi dari luar seperti tak kurang suatu apa-apa tetapi siapa yang tahu di dalam hati apa yang dirasa?
Hidup memang hanya sementara, dan dalam masa yang sementara itulah manusia menerima banyak ujian.
Bukankah kesedihan adalah ujian?
Bukankah tersakiti juga ujian?
Rasa marah dan juga direndahkan adalah ujian?
Adakah semua perasaan itu bisa menjadi kebaikan buat kita jika apa yang kita rasa semuanya kita ungkapkan dan lampiaskan?
Kesedihan akan berbuah pahala manakala kita bisa tetap berharap akan rahmatNya dan yakin akan pertolongan Allah saat kesedihan melanda.
Rasa sakit tak akan lama jika kita bisa memaafkan dan berlonggar hati.
Menahan kemarahan meski bisa melampiaskan akan berbuah kemulian hidup dan ketenangan jiwa.
Maka saat-saat sulit dalam mengendalikan perasaan akan bisa terlewati dengan sabar dan bertaqwa kepada Allah subhana wa ta'alaa. Yang menyakini apa-apa yang disisiNya lebih baik dan kekal.

SABAR DAN SYUKUR

Kadang saat seseorang tertimpa musibah atau sedang punya masalah. Kemudian dihibur temannya,"Yang sabar ya", atau kata-kata semisalnya.
Malah dijawab dengan nada ketus,"dirimu tidak merasakan apa yang kurasakan", "nek meng omong gampang". Ataupun jawaban-jawaban semisal, yang bukan hanya tidak membantu dirinya tetapi juga kadang malah membuat orang lain tidak jadi membantunya.
Seseorang kadang tidak menyadari hadirnya teman yang menghiburnya dengan kata-kata yang baik dan menghibur, menentramkan adalah bagian dari pertolongan Allah untuknya. Sebuah nikmat, sebuah anugerah.
Karena banyak orang yang saat tertimpa musibah, orang yang ada di dekatnya malah bersikap cuek jangankan membantu menghiburpun tidak,
terkadang malah ada yangsenang melihat orang lain susah atau menyalah-nyalahkan dan mencela sembari menuduh dengan tuduhan yang kadang lebih menyakitkan dari musibah itu sendiri.
Maka bersabar dalam musibah tak akan bisa tanpa diiringi rasa syukur. Sabar dan syukur bagaikan 2 keping mata uang. Tidak akan bisa sabar orang yang tidak bersyukur, tak akan bisa syukur orang yang tidak sabar.
Bukankah tidak ada yang bisa meringankan beban yang diderita selain sabar?
Semoga saudara-saudara yang sedang tertimpa musibah diringankan penderitaannya, diberi ketabahan, kekuatan dan kesabaran, diberi ganti yang lebih baik dan pahala yang besar di sisi Allah Ta'alaa dalam musibah yang terjadi.

MUSHOLA ANGKER

Kami sering jalan-jalan pas ada waktu longgar. Mengunjungi saudara, teman ataupun sekedar jalan-jalan saja di sekitaran yogyakarta. Dari pojok ke pojok. Saat waktu sholat tiba, kami mencari masjid terdekat. Ternyata seringnya mampir ke masjid dan mushola, menjadi pengalaman tersendiri buat kami.
Salah satu yang menarik adalah saat kami ke Bantul ke rumah seorang teman, saat itu sudah masuk waktu maghrib. Kami mencari masjid terdekat tetapi yang kami temui hanya sebuah mushola di pojokan kampung. Sekitar mushola sangat sepi, mushola itupun seperti tak terawat. Agak berdebu. Seperti tidak pernah dipakai untuk sholat. Meski agak heran, kami tetap masuk dan mencari tempat wudhu. Ada di belakang mushola dan gelap tentu saja.
Sebelum sholat, aku berkata pada suamiku, " Kok aneh yo mushola iki, suasane kok angker, serem rasane".
" Hooh ya", suamiku mengiyakan.
Suasana di sekitar mushola itu benar-benar sepi, lengang, tidak nampak seorangpun yang lewat.
"Aja-aja iki wis ora dinggo ya?," kata suamiku.
"Tapi lampu nyala, jam dinding juga masih hidup?".
Selesai sholat kamipun pergi dengan masih bertanya-tanya.
Sesampai di rumah yang kami tuju, kami pun bertanya tentang mushola itu.
"Jenengan wau sholat di situ? Niku cen mushola angker, dha wedi nek sholat teng riku, " kata temanku.
Masya Allah...kok ya ada mushola angker ya?
Sing kebangeten siapa coba?

PERJALANAN KE MADURA

Mengikuti perjalanan pengajian PDHI(Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia) yang kali ini diselenggarakan di dusun Tlokoh, kp. Murarah, kabupaten Bangkalan, Madura pada tanggal 8 Februari 2015 kemarin sangat mengesankan. Pengajian PDHI yang biasanya diselenggarakan di sekitar daerah yogyakarta dan jawa Tengah, kali ini diselenggarakan jauh di sebuah kampung di Bangkalan. Ada sebuah masjid yang didirikan oleh seorang kyai yang telah terhenti hampir 2 tahun karena kekurangan biaya, sedang mayoritas penduduk lokal adalah petani tadah hujan yang hanya bisa panen 1 kali.
Rombongan berangkat dibawah koordinasi langsung PDHI ada 5 bis, sedang yang lainnya berangkat dengan kendaraan/rombongan sendiri-sendiri, ada kurang lebih 500 jamaah yang mendaftar untuk ikut hadir.
Perjalanan menuju ds. Tlokoh yang kami tuju membutuhkan waktu hampir 2 jam dari jembatan suramadu, sepanjang perjalanan banyak ditemui tanah kosong terbengkalai. Tampak sekali jika kawasan ini tertinggal secara sosio ekonomi, sedikit sekali ditemui sekolah, fasilitas kesehatan dan pelayanan publik lainnya.
Sesampai di lokasi, ternyata sudah banyak jamaah lain yang sampai. Dari pemberhentian bis, masih harus jalan kaki dengan jalan sedikit menanjak hampir 500m. Beruntung ada mobil yang disediakan untuk mengangkut sampai tiba di lokasi pengajian. Kalo tidak dijamin mengkis-mengkis.
Tidak ada fasilitas kamar mandi, untuk keperluan buang air jamaah yang datang hanya dibuat sekat2 ala kadarnya dengan bilah bambu dan terpal. Beberapa jamaah ada yang buang air di kali. Untungnya tadi sebelum ke lokasi pengajian, sempat mampir ke rumah salah seorang penduduk di dekat bis berhenti saking kebeletnya, di rumah itu, kamar mandinya gede tanpa wc dengan bak mandi besaar(buat nampung air hujan), agak tidak nyaman berasa pipis di dapur. He he he.
Dengan segala keterbatasan yang ada, hidanganpun bawa sendiri- sendiri, acara silaturahmi, pengajian dan penggalangan dana pun berjalan lancar. Dana yang terkumpul melebihi target dari yang diharapkan panitia.
Sungguh mengharukan, Ya Allah semoga hanya karenaMu-lah kami semua disini, bertemu dengan saudara kami di sini, di daerah yang sangat jauh dan terpencil seperti ini.
Ada banyak hikmah yang bisa di ambil dari perjalanan ini, menjawab pertanyaan mengapa mengadakan pengajian dengan jamaah begini banyak ke tempat yang jauh dan sulit seperti ini. Bukankah lebih mudah menggalang dana di yogya, kemudian mengirimnya ke sini. Secara teknis mungkin iya, tetapi ternyata kesan dan makna yang mendalam sangat dirasa dengan melakukan perjalanan seperti ini, bagi masyarakat yang didatangi, terlebih lagi bagi jamaah yang datang itu sendiri. Terbukti tak terdengar keluhan dan gerutuan. Meski sesudah dari sana dilanjutkan dengan jalan-jalan, perjalanan ini lebih dari sekedar refreshing.
Perjalanan ini bukan sekedar menyegarkan pikiran semata tetapi juga menentramkan hati.