Kamis, 18 September 2014

SAHABAT LAMA

Dikunjungi sahabat lama selalu menyenangkan, selalu membahagiakan.
Sepasang suami istri yang sudah sekian lama tak bertemu. Entah beberapa tahun yang lalu, sekarang mereka sudah punya cucu. Aih...punya cucu lho...
Selalu ada yang indah untuk dikenang dan diceritakan meski beberapa kejadian yang kami alami cukup absurd.
Sebuah persahabatan mengajarkan banyak hal tentang kesetiaan, kerelaan untuk mengerti dan kesediaan untuk berbagi. Itulah sebabnya, mengapa ketika bertemu bisa langsung nyambung meski sudah sangat lama tak bertemu.
Jadi ingat saat aku menjelaskan pada anak-anak di taklim remaja yang kuasuh tentang persahabatan, apa gunanya teman, sampai bagaimana memilih teman. Mengingat kecenderungan anak sekarang ini sibuk dengan gadgetnya ketika sudah pulang sekolah. Mereka jadi kurang bergaul dan bersosialisasi dengan temannya sebayanya.
Bukankah menyenangkan jika punya banyak pengalaman bersama teman-teman ?
Kala itu kuceritakan kalo bu Diatri punya banyak teman yang sudah bersahabat lebih dari 20 tahun, ada yang 28 tahun kami masih berhubungan sampai sekarang.
Anak-anak dho ndoblong mendengar ceritaku, ha ha ha.
Bagaimana tidak? Mereka baru berumur 11-12 tahun. Tak bisa mereka bayangkan...
Persahabatan bukan hal yang remeh dalam pandangan agama. Persahabatan bisa memanjangkan amal. Hingga Rasulullah shallahu 'alaihi wassalam mengajarkan salah satu bakti seorang anak kepada orangtuanya yang sudah meninggal adalah menghubungi dan menghormati sahabat-sahabat mereka.

BAGAI BIDADARI

Suatu waktu ngobrol dengan seorang gadis berusia kurang dari 25 tahun dan belum menikah. Selalu menyenangkan berbincang-bincang tentang pernikahan dan harapan tentang suami idaman, naluri "tukang kompor"mulai bekerja. Hee....
Ketika kutanya suami yang seperti apa yang diingini. Dia menjawab,"Ya suami yang sholeh dong mbak. Kalau suaminya sholeh, dia akan memperlakukan istrinya bagai bidadari".
Aku bengong. Wah....Asma Nadia banget ya?
Memperlakukan istrinya bagai bidadari ki terus seperti apa coba?
Kadang-kadang gambaran pernikahan islami di cerpen atau novel kurasa berlebihan deh. Pernikahan memang membahagiakan dan karunia yang besar dari Allah subhana wa ta'alaa, padanya ada ketenangan dan ketentraman.
Tapi apakah yang membahagiakan itu tak perlu usaha untuk mewujudkannya?
Apakah sebagaimana dongeng-dongeng, seorang putri akan bahagia selama-lamanya ketika bertemu pujaan hatinya?
Tentu saja tidak.
Sebuah rumah tangga bahagia sering kali juga diwarnai dengan air mata.
Maka cukuplah petunjuk dari Rasulullah shallahu alaihi wassalam, nikahkanlah putri dengan laki-laki beriman, jika dia mencintainya dia akan memuliakannya, dan jika dia tidak mencintainya, dia tidak akan mendzaliminya.

MAKNA TULISAN

Tulisan bisa memberi dampak begitu besar baik untuk dirinya ataupun untuk pembacanya. Kasus yang baru saja terjadi adalah satu contoh bahwa deretan huruf ttu bisa menggambarkan emosi penulisnya dan dipahami dengan emosi yang pasti tak diduga penulisnya.
Meski sering tak disadari, gerak hati seseorang terlihat pada tuilisannya.
Sewaktu kuliah saya bersama 3 teman lainnya pernah mengontrak sebuah rumah. Suatu saat salah seorang teman marah pada saya karena salah paham. Saya menulis surat minta maaf sambil menjelaskan duduk persoalannya. Surat itu saya selipkan di bawah tape di meja belajarnya. Kemudian saya pulang ke rumah. Ketika kembali ke kost, saya lihat ada balasan surat untuk saya di bawah tape yang sama. Kami baikan lagi tanpa suara, tulisan itu bisa menjembatani perasaan saya dan diterima dengan perasaan yang sama. Kami berselisih dan berdamai tanpa diketahui 2 orang teman yang lain yang tinggal serumah.
Sepertinya lucu, tapi saya belajar banyak dari kejadian itu dan mulai mengerti bahwa tulisan bisa menjadi sesuatu yang sangat bermakna ketika tepat menggunakannya.
Ketika masih terhitung pengantin baru, suami saya pernah berkaca-kaca membaca tulisan saya dan bertambahlah cintanya(ehm...ehm) tentu saja karena saya menulisnya pun dengan cinta.
Saya menulis apa yang saya rasa, saya dengar dan ingin saya ceritakan. Kadang sebenarnya nasehat untuk saya sendri. Berharap bisa memberi manfaat buat yang membaca, bukan sekedar meramaikan meski kadang suka iseng juga.
Saya baru belajar, seperti halnya hal-hal lainnya banyak yang saya mulai ketika usia tak lagi belia.

CERITA DARI PANTI 5

Sebuah sms masuk dari salah seorang anak penghuni panti asuhan yang biasa kukujungi.
"Ibu saya ingin keluar dari panti".
"Ada apa, apa yang terjadi?"
"Tidak tahu ni bu, sudah tidak kerasan saja".
Sampai di sini sms tidak kubalas, jika dia menceritakan duduk persoalannya maka kuusahakan untuk bisa menemaninya, tapi ketika jawabannya menunjukkan kegalauan saja maka biar dia bisa berpikir dulu, biar belajar untuk memahami persoalan dirinya sendiri. Untuk masalah penting seperti itu mestinya bukan berdasarkan kegalauan. Itu yang hendak kusampaikan dengan tidak kujawab smsnya.
Panti Asuhan di mana aku sering kesana bukanlah panti asuhan sebagaimana yang dikesankan di cerita-cerita, mereka semua masih punya orangtua meski tidak lengkap, pagi mereka sekolah biasa, selebihnya mereka dididik dengan pendidikan agama. Ada ustadz pengasuhnya.
Sedang yang bertanya padaku pun sudah lulus SMA yang sedianya mau melanjutkan kuliah atas biaya panti. Jadi bukannya aku kejam tho dicurhati kok tidak dibales, wajar bukan ketika aku berharap dia bersikap dewasa?.
Meski mereka anak panti asuhan, meski mereka selama ini " hidup" dari santunan, aku berharap mereka mempunyai kemandirian sikap, bisa menentukan sikap untuk kebaikan mereka sendiri, dan bukannya menjadi lemah jiwanya. Kemandiran sikap dibangun dengan mengenali apa yang jadi persoalannya, baru bisa memutuskan jalan keluar dari persoalan tersebut.
Seseorang memang cenderung bersimpati ketika mendengar kesusahan orang lain tetapi akan menjadi tidak baik ketika menjadikan sesorang berpikir orang lain harus menolongnya ketika dia merasa susah. Apalagi jika bantuan itupun harus sesuai keinginannya.

SAAT SENDIRI


Saya jarang ditinggal suami pergi dalam jangka waktu lama. Rekor terlama ditinggal cuman 10 hari, itupun setiap hari bisa bertemu, lha wong cuman ditinggal ittikaf.
Maka ketika baru- baru ini ditinggal suami diklat sebulan, saya merasakan perasaan yang bagi sebagian orang norak habis. Ya, saya merasakan rindu berat. He
Tetapi bukan itu yang mau saya ceritakan di sini. Saya baru sadar betapa kesendirian memang menyebabkan hidup sangat tidak berimbang. Awalnya saya mengira bisa berbuat banyak dengan sisa waktu yang saya punya karena tidak melayani suami ternyata juga tidak membuahkan hasil yang nyata. Karena apa? Karena ternyata kesendirian menyerap energi yang besar, energi untuk mempertahankan stabilisasi hati untuk tidak galau karena sendiri. Sendiri lebih produktif, paling tidak untuk saya sendiri tidak terbukti.
Mohon maaf, bukan maksud saya untuk semakin memojokkan bagi teman-teman yang sampai saat ini Allah mentakdirkan masih sendiri. Saya hanya ingin berbagi semangat bahwa ketika Allah menjanjikan banyak pahala yang besar dari sebuah pernikahan, bahkan Rasulullah shalallu a'laihi wassalam bersabda," menikah adalah sunnahku". Itu karena memang ada hikmah dan manfaat yang besar untuk manusia itu sendiri.
Untuk itu meski jodoh adalah rahasia Allah, maka usaha harus terus dicanangkan dan usaha terbesar adalah berdoa. Jangan pernah putus asa dalam berdoa, mengharapkan sebuah kebaikan dalam hidup tidak boleh berhenti hanya karena usia. Jika itu yang dikerjakan maka setiap detik penantian memjadi tabungan amal dan lamanya waktu untuk menunggu menjadi tidak terasa karena begitu istimewanya yang ditunggu.
Maafkan jika saya sok tahu...atau malah baru tahu?

Senin, 08 September 2014

KENANGAN HAJI 6

Ketika mau berangkat haji rasanya bahagiaa banget. Saking bahagianya terkadang sampai lupa untuk istirahat dan itu bisa berakibat buruk, paling tidak itu yang terjadi padaku.
Jam 2 malam sebelum penerbangan, aku sudah terbangun. Banyak ibu-ibu yang lain juga sudah terbangun. Salah satu mengusulkan untuk mandi besar sekalian saja karena kami masuk gelombang 2 yang berarti miqot di pesawat ketika pesawat melewati yalamlam. Maka mandi besar sebagai sunnah bagi yang hendak ihrom dilakukan sejak di donohudan. Aku mengiyakan, karena semangat itu tadi, ingin persiapan beres sejak awal. Padahal jadwal penerbangan jam 1 siang, cukup waktu untuk persiapan tanpa harus mandi besar di waktu dini hari. Setelah mandi langsung ke masjid untuk tahajud hingga sholat subuh.
Setelah sarapan, ada sisa waktu untuk istirahat. Tetapi berhubung lagi bahagia, aku ya hilir mudik saja, Apalagi sebagai jamaah termuda dipanggil sana sini untuk membantu kerepotan ibu -ibu yang sudah sepuh untuk berbagai kerepotan mereka. Sampai di sini semua sepertinya baik-baik saja.
Saat penerbangan menempuh 7 jam perjalanan, kepalaku mulai berat dan pusing, napaskupun mulai sesak. Aku mencoba untuk minum jamu t***k angin untuk menghilangkan pusing dan mencari minyak angin. Tapi upaya itu tak berhasil. Saat kepalaku makin pusing, aku bilang sama suamiku," Mas, aku pusing banget".
Suamiku pun pergi mencari dokter kloter, saat kembali dia melihat wajahku semakin pucat dan mataku terpejam meski aku masih bisa berbicara. Suamiku segera bergegas kembali untuk memanggil dokter. Saat itu aku sudah pasrah, mungkinkah aku menjadi jamaah yang meninggal di atas pesawat? Sebegitu katroknyakah diriku hingga terbang sedikit lama saja mau pingsan?
Ketika suamiku datang bersama dokter, aku sudah terkulai dan wajahku pucat pasi. Aku pingsan di atas pesawat.
Masih terdengar suara perawat yang membantu dokter kloter, "waduh, piye carane le nurokke iki?". Sesaat kehebohan terjadi. Ditangan kananku masih memegang minyak angin, didekatkannya minyak angin itu ke hidungku kemudian dipijit-pijitnya pelipisku. Beberapa menit kemudian wajahku mulai memerah dan aku pun sadar. Dokter yang memeriksaku bilang," Tidak apa-apa bu, ibu paling kecapekan dan tali jilbabnya terlalu kencang jadi darah tidak lancar ke kepala apalagi udara mulai tipis di ketinggian". Baru teringat, aku memang tidak biasa pakai jilbab yang bertali, jilbabku pun biasanya longgar.
Sisa perjalanan kulewati dengan memohon pada Allah agar memudahkan perjalananku, memberiku kekuatan dan juga istighfar, bagaimanapun segala yang berlebihan itu tidak baik.
Teringat juga saat tes kesehatan hasil rekam jantungku pun tak terlalu bagus, dokter yang memeriksaku pun menyarankan untuk konsultasi ke dokter internis, tapi itu pun tak kulakukan. Khawatir terlalu banyak yang kupikirkan. Padahal menyiapkan dan mengantisipasi setiap kemungkinan jauh lebih baik dan membuat kita lebih siap untuk beribadah. Apalagi untuk ibadah haji yang membutuhkan kekuatan fisik.
Alhamdulillah, selama menjalankan ibadah haji Allah memberi kesehatan dan kekuatan hingga pulang kembali ke tanah suci.
Mudah-mudahan bisa bermanfaat buat teman-teman yang hendak berangkat haji.