Jumat, 23 Agustus 2013

PERHATIAN

Ketika merawat bapak mertua, kala itu beliau sudah menderita kelumpuhan separo tubuhnya karena sakit kanker yang dideritanya. Setiap hari beliau minta di sediakan makanan kecil yang sudah pasti tidak dimakannya, keinginannya pun ganti-ganti bahkan makanan kecil yang jelas-jelas tidak disukainya.
Ketika kutanya ," Bapak mboten seneng panganan niki to, kok ngersakake ?".
"Ora papa, tukokna wae. Ora tak maem ra po po sing penting ana'.
Lama baru kupaham apa yang sebenarnya beliau ingiinkan, keberadaan sesuatu itu sangat penting buat bapak meski bukan substansi sesuatu itu yang dibutuhkan.Bisa jadi perhatiannya itu yang menyenangkan hati beliau/ mencari sualu alasan yang bisa membangitkan semangat hidupnya. Dalam kondisi seperti itu memang apa yang bisa membuat bahagia di akhir hidup beliau diuasahakan meski sering kali tidak rasional.
Hal yang sama juga terjadi manakala sudah lama tidak menengok orang tua kemudian ketika orangtua menelpon, maka ketika kita tanya," ada apa bu", terus jawabnya,"ora ana apa-apa meng pengin krungu suaramu wae".
Begitulah keberadaan kita, ada/tidaknya kita menjadi lebih penting daripada apa yang kita lakukan. Dalam kasus-kasus seperti ini tidak berlaku rumus kualitas pertemuan lebih penting dari kuantitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar