Dalam suatu perjalanan saya dan suami mampir ke sebuah rest area,
waktu itu sudah masuk waktu sholat maghrib. Setelah sholat Maghrib, karena
lapar, kami pesan makanan. Rupanya ada beberapa rombongan yang sudah booking
untuk istirahat di rumah makan itu. Tampak beberapa meja panjang sudah ditata
untuk makan rombongan.
Saat menunggu, kami melihat rumah makan itu juga
menyediakan organ tunggal live. Meski masih
waktu sholat maghrib, mbaknya yang nyanyi sudah mulai bersenandung.
Taklama berselang datanglah beberapa bis untuk istirahat, ternyata rombongan anak SD yang berwisata. Sebagian dari mereka langsung menyerbu kamar mandi, sebagian yang lain menghampiri pertunjukan organ tunggal. Melihat anak-anak SD yang mendekatinya, Mbak si penyanyi menyapa ramah,”Mau lagu apa dik?” .
Agak kaget kami ketika anak-anak SD itu serentak menjawab,”Masa lalu 2,,,Masa Lalu 2…!”
Saya dan suami berpandangan, masa lalu 2? Lagu apa kui?
Keheranan kami segera terjawab dengan mengalunnya suara si mbak menyanyikan lagu masa lalu 2. Sebuah lagu dangdut koplo, yang belum pernah kami dengar sebelumnya.
Sesaat kejadian itu terlihat lucu, anak-anak kecil segala polahnya kan memang lucu. Tetapi sebanarnya miris juga lihat kejadian itu. Bagaimana anak seusia mereka sudah familiar dengan lagu-lagu seperti itu, yang liriknya dan situasi seperti apa lagu seperti itu biasa dinyanyikan tidaklah baik buat mereka.
Taklama berselang datanglah beberapa bis untuk istirahat, ternyata rombongan anak SD yang berwisata. Sebagian dari mereka langsung menyerbu kamar mandi, sebagian yang lain menghampiri pertunjukan organ tunggal. Melihat anak-anak SD yang mendekatinya, Mbak si penyanyi menyapa ramah,”Mau lagu apa dik?” .
Agak kaget kami ketika anak-anak SD itu serentak menjawab,”Masa lalu 2,,,Masa Lalu 2…!”
Saya dan suami berpandangan, masa lalu 2? Lagu apa kui?
Keheranan kami segera terjawab dengan mengalunnya suara si mbak menyanyikan lagu masa lalu 2. Sebuah lagu dangdut koplo, yang belum pernah kami dengar sebelumnya.
Sesaat kejadian itu terlihat lucu, anak-anak kecil segala polahnya kan memang lucu. Tetapi sebanarnya miris juga lihat kejadian itu. Bagaimana anak seusia mereka sudah familiar dengan lagu-lagu seperti itu, yang liriknya dan situasi seperti apa lagu seperti itu biasa dinyanyikan tidaklah baik buat mereka.
Jika saya sering terkaget-kaget dengan apa yang
mereka hafal, apa yang mereka lihat, wajarlah. Tetapi apakah para orangtua anak
itu tahu tentang anak-anak mereka? Apa kesenangan mereka, apa lagu yang biasa
mereka nyanyikan, apa yang biasa mereka lihat di tv atau video-video yang
mereka saling bagikan? Bagaimanapun saya susah untuk menerima alasan,” halah meng
lagu we, khawatir temen!”.
Boleh jadi kisah cinta yang berakhir dengan
kekerasan bahkan pembunuhan di kalangan remaja seperti yang terjadi belakangan
ini terpengaruh oleh adegan video klip musisi negeri ini, yang banyak
menampilkan adegan kekerasan atas nama cinta? Saya lupa siapa penyanyinya
tetapi masih ingat ada adegan, si cowok yang babak belur diikat oleh si cewek
yang memegang senjata dengan iringan lagu cinta yang dinyanyikan oleh cowok
itu. Dan sepertinya adegan seperti tiu tidak hanya ada di satu video klip.
Bagaimana hal yang seperti itu tidak mempengaruhi pikiran mereka jika dilihat berulang kali? Bahwa cinta harus dibela meski harus babak belur sekalipun atau membuat pihak lain yang babak belur.
Bagaimana hal yang seperti itu tidak mempengaruhi pikiran mereka jika dilihat berulang kali? Bahwa cinta harus dibela meski harus babak belur sekalipun atau membuat pihak lain yang babak belur.
Selera anak apalagi jika masih usia anak-anak jangan
dibiarkan tanpa arahan, jika bukan orangtuanya yang mengarahkan maka akan
banyak yang bersuka cita mengarahkan selera mereka tanpa peduli apa akibatnya
yang penting memberi keuntungan sebesar-besarnya .
Jika orangtua tak peduli pada anaknya, siapa lagi yang peduli?
Jika bukan sekarang, kapan lagi?
Jika orangtua tak peduli pada anaknya, siapa lagi yang peduli?
Jika bukan sekarang, kapan lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar