Masjid Nabawi sudah penuh meski waktu subuh masih lama ketika aku
memasukinya dini hari itu. Terpaksa menggelar sajadah diantara
karpet-karpet yang sudah terisi penuh oleh jamaah. Kebetulan pagi itu
berangkat ke nabawi hanya berdua dengan suami tidak bareng dengan
ibu-ibu jamaah lainnya. Setelah lewat waktu beberapa lamanya, tempat
duduk kanan kiriku sudah terisi penuh tinggal satu tempat kosong di sisi
kananku dan kiri depanku.
Tak lama berselang datang 2 orang ibu-ibu berkulit hitam, mungkin dari Sudan tapi yang jelas berkebangsaan afrika. Satu orang duduk di sisi kananku, satunya lagi duduk di kiri depanku. Karena memang hanya itu tempat duduk yang tersisa.
Ternyata ibu yang duduk di sebelahku tidak membawa sajadah, padahal lantai masjid nabawi sangat dingin, suhu di Medinah dingin sekali kala itu.
Dengan bahasa isyarat ibu berkulit hitam uang duduk di kiri depanku memintaku untuk membagi sajadahnya dengan temannya, dia sendiri sudah membawa sajadah.
Dengan bahasa isyarat juga, kubalas aku tidak kuat dengan dinginnya lantai masjid jika harus berbagi sajadah dengan temannya, kuajak dia untuk bertukar posisi denganku agar dia bisa berbagi sajadah dengan temannya. Alhamdulillah dia mengerti, kami pun bertukar posisi.
Kepahaman bisa diwujudkan jika tak ada prasangka buruk dan saling mengerti meski dengan seseorang yang tidak saling kenal, berbeda bangsa dengan bahasa isyarat pula. Asal tujuannya sama.
Lalu bagaimana bisa sepasang suami istri bisa berselisih paham hingga level mengkhawatirkan hanya karena masalah sepele bahkan kadang karena masalah di luar kepentingan mereka sendiri? Jelas mereka telah hidup berdua, berbicara dengan bahasa yang sama pula.
Bisa jadi karena ada prasangka dari salah satu pasangan, ketidakmauan untuk mengerti atau tujuan mereka berdua yang mulai tidak sama.
Wallahu alam.
Tak lama berselang datang 2 orang ibu-ibu berkulit hitam, mungkin dari Sudan tapi yang jelas berkebangsaan afrika. Satu orang duduk di sisi kananku, satunya lagi duduk di kiri depanku. Karena memang hanya itu tempat duduk yang tersisa.
Ternyata ibu yang duduk di sebelahku tidak membawa sajadah, padahal lantai masjid nabawi sangat dingin, suhu di Medinah dingin sekali kala itu.
Dengan bahasa isyarat ibu berkulit hitam uang duduk di kiri depanku memintaku untuk membagi sajadahnya dengan temannya, dia sendiri sudah membawa sajadah.
Dengan bahasa isyarat juga, kubalas aku tidak kuat dengan dinginnya lantai masjid jika harus berbagi sajadah dengan temannya, kuajak dia untuk bertukar posisi denganku agar dia bisa berbagi sajadah dengan temannya. Alhamdulillah dia mengerti, kami pun bertukar posisi.
Kepahaman bisa diwujudkan jika tak ada prasangka buruk dan saling mengerti meski dengan seseorang yang tidak saling kenal, berbeda bangsa dengan bahasa isyarat pula. Asal tujuannya sama.
Lalu bagaimana bisa sepasang suami istri bisa berselisih paham hingga level mengkhawatirkan hanya karena masalah sepele bahkan kadang karena masalah di luar kepentingan mereka sendiri? Jelas mereka telah hidup berdua, berbicara dengan bahasa yang sama pula.
Bisa jadi karena ada prasangka dari salah satu pasangan, ketidakmauan untuk mengerti atau tujuan mereka berdua yang mulai tidak sama.
Wallahu alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar