Sore itu suasana sepi, masih ada sisa-sisa air hujan yang nampak di
halaman dan jalan. Masuk ke apotek seorang laki-laki muda dengan baju,
maaf kumal, beberapa nampak tambalan di celana dan bajunya. Meski nampak
terlihat seperti gelandangan, kucoba untuk bersikap biasa dan tidak
berprasangka buruk padanya.
Kusapa dia,"Perlu apa mas?
Pemuda itu, dari wajahnya seperti berasal dari indonesia timur menjawab dengan bahasa indonesia dengan suara yang sangat pelan.
"Ada Albothyl bu?"
Kusapa dia,"Perlu apa mas?
Pemuda itu, dari wajahnya seperti berasal dari indonesia timur menjawab dengan bahasa indonesia dengan suara yang sangat pelan.
"Ada Albothyl bu?"
Agak sangsi kuambilkan albothyl, bagaimanapun tetap saja sangsi apa tidak kemahalan buat dia.
Sambil mengangsurkan obat itu padanya, kutanyakan padanya," Memangnya kenapa mas?".
"Telinga saya sakit sekali, sampai sini-sini, "jawabnya sambil menunjuk daerah sekitar telinga.
"Oo...kalau itu bukan albothyl obatnya".
Kuambilkan obat tetes telinga dari dalam apotek, kemudian diberikan padanya.
"Pakai ini mas, diteteskan 3 tetes 3x sehari ke telinga yang sakit".
"Diteteskan di telinga?" tanyanya sangsi.
Kemudian dia membuka obat itu dan meneteskan di telinganya.
Setelah itu dia masih mengeluhkan sakit telinganya dengan suara pelan dan tak jelas. Lama--lama takut juga aku.
"Kalo masih sakit, ke puskesmas saja?"saranku
"Di sini bukan puskesmas?",tanyanya.
"Ya bukanlah, ini apotek".
Dia masih duduk beberapa saat, menggelengkan telinganya beberapa kali. Kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah keluar
.
Waduuh...bener-bener tidak bayar nih. Terus kulihat obat tetes telinga yang dipakainya tadi. Tanggung amat. Segera kuambil obat itu, dan kubuka pintu dan kupanggil pemuda tadi.
Saat dia mendekat, kuserahkan obat itu kembali.
"Pakai saja".
Pemuda itu menerima kembali obat itu dan pergi tanpa mengucapkan terima kasih.
Sambil melihatnya pergi, berharap obat itu mengurangi sakitnya. Bagaimanapun dia tidak berbuat jahat dan hanya meminta sebatas yang dia butuhkan.
Masih termangu, ada berapa orang seperti dia?
Terkadang yang menyedihkan bukan hanya melihat kepapaan seseorang tetapi bagaimana melihat seseorang hidup tanpa orientasi yang jelas, tanpa tujuan dan tanpa rumah yang menjadi tempat kembali.
Sambil mengangsurkan obat itu padanya, kutanyakan padanya," Memangnya kenapa mas?".
"Telinga saya sakit sekali, sampai sini-sini, "jawabnya sambil menunjuk daerah sekitar telinga.
"Oo...kalau itu bukan albothyl obatnya".
Kuambilkan obat tetes telinga dari dalam apotek, kemudian diberikan padanya.
"Pakai ini mas, diteteskan 3 tetes 3x sehari ke telinga yang sakit".
"Diteteskan di telinga?" tanyanya sangsi.
Kemudian dia membuka obat itu dan meneteskan di telinganya.
Setelah itu dia masih mengeluhkan sakit telinganya dengan suara pelan dan tak jelas. Lama--lama takut juga aku.
"Kalo masih sakit, ke puskesmas saja?"saranku
"Di sini bukan puskesmas?",tanyanya.
"Ya bukanlah, ini apotek".
Dia masih duduk beberapa saat, menggelengkan telinganya beberapa kali. Kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah keluar
.
Waduuh...bener-bener tidak bayar nih. Terus kulihat obat tetes telinga yang dipakainya tadi. Tanggung amat. Segera kuambil obat itu, dan kubuka pintu dan kupanggil pemuda tadi.
Saat dia mendekat, kuserahkan obat itu kembali.
"Pakai saja".
Pemuda itu menerima kembali obat itu dan pergi tanpa mengucapkan terima kasih.
Sambil melihatnya pergi, berharap obat itu mengurangi sakitnya. Bagaimanapun dia tidak berbuat jahat dan hanya meminta sebatas yang dia butuhkan.
Masih termangu, ada berapa orang seperti dia?
Terkadang yang menyedihkan bukan hanya melihat kepapaan seseorang tetapi bagaimana melihat seseorang hidup tanpa orientasi yang jelas, tanpa tujuan dan tanpa rumah yang menjadi tempat kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar