Rabu, 21 Mei 2014

TAKKAN PERNAH MENYERAH



Kami memandangi anak kami yang napasnya tinggal satu-satu.
Peralatan medis yang semula begitu banyak menempel di tubuhnya tak ada lagi. Tinggal tersisa selang yang dihubungkan dengan monitor di depan kami.
Saya hanya bisa mengelus Hariz, mencium keningnya, pipinya, dan berbisik di telinganya.
“Ibu ikhlas, Nak. Kami ikhlas jika waktumu telah tiba. Pergilan… Ibu Iklhas.”

Membaca baris-baris kalimat dalam kisah berjudul “UNTUKMU, PIPO  kita seakan ikut larut dalam suasana batin penulisnya. Merasakan kecemasan yang sama di setiap kejadian yang diceritakan, turut menahan nafas menunggu perkembangan kesehatannya, merasakan kesedihan yang sama saat melihat begitu banyak alat bantu yang menempel ditubuh anaknya hingga ikut tergugu dibelakangnya saat kepergian itu tiba. Membaca keseluruhan kisah ini membuatku seraya ingin terbang ke saat itu dan memeluknya, memeluk ibu yang sabar dan tegar luar biasa itu, memeluk sahabatku.

Kisah diatas adalah kisah nyata yang dialami oleh seorang ibu yang berturut-turut kehilangan 3 anak lelakinya karena masalah dengan kekebalan tubuhnya, Niken Sesanti Suci Rohani, sahabatku sejak SMA. Selama 3 tahun di SMA kami sekelas, 2tahun diantaranya 1 bangku, kemudian kami masuk dan diwisuda di hari yang sama dari UGM dan selama kuliah itu pula kami tinggal satu kost. Saya cukup mengetahui ketangguhannya dan ketegarannya dalam mengatasi setiap persoalan dan bagaimana dia bisa menyimpannya dibalik sikap cerianya. Tetapi membaca kisahnya secara lengkap saat merawat anak lelakinya, yang dipanggil Afya kakaknya dengan PIpo, sungguh membuatku tak bisa berkata-kata lagi, sungguh tak bisa terbayangkan bagaimana dia bisa melewati semua itu.
Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang  tak pernah meninggalkan hambaNya sendirian, dan memberi  pahala kepada hambaNya yang sabar dengan pahala yang tiada batas.

Masih ada 10 kisah menarik lainnya dari ibu-ibu yang berjuang untuk mengatasi persoalan yang ditemui dalam kehidupan rumah tangga mereka, semuanya ditulis oleh pelaku dari kisah itu sendiri.
Hanya jika boleh sedikit mengkritik pada kisah”Mukjizat itu Ada” oleh Sari Meutia, sebaiknya ada ungkapan penyesalan telah menggugat Tuhan, setelah mendapati bahwasanya Allah banyak memberi nikmat dan pertolongan untuk kesembuhan suaminya padahal dia sempat menggugat Tuhan. “Leave me alone, kenapa menggangguku dan keluargaku  terus?’begitu tulisnya, adalah kalimat yang tak sepatutnya keluar meski hanya dipikiran saja dari seorang muslimah. Tak pantas Allah digugat seberat apapun cobaan yang diterima.

Akhir kata buku ini sangat menarik untuk dibaca, semoga yang menulis dan membaca bisa mengambil hikmah dari semua peristiwa bahwa Allah tak pernah menjadikan suatu musibah dan ujian itu sia-sia selalu ada hikmah dan pahala yang besar bagi hambaNya yang sabar dan ridha dengan ketetapannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar