Tetanggaku bercerita saat pergi ke sebuah toko busana muslim
terkenal dilihatnya mukena (Rukuh kalo bahasa jawa) dengan bordiran yang sangat
bagus, harganya sejuta lebih.
"Rukuh kok sejuta nggih mbak, nek mesti mlebu surga ngono tak tuku", kata tetanggaku.
Ya...seandainya rukuh mahal menjamin pemakainya masuk surga maka berusaha membelinya adalah satu keutamaan. Akan tetapi semua orang juga tahu bahwa diterima tidaknya sholat tergantung pada niat dan kekhusyukkannya, pada ketaqwaannya bukan seberapa bagus rukuhnya.
"Rukuh kok sejuta nggih mbak, nek mesti mlebu surga ngono tak tuku", kata tetanggaku.
Ya...seandainya rukuh mahal menjamin pemakainya masuk surga maka berusaha membelinya adalah satu keutamaan. Akan tetapi semua orang juga tahu bahwa diterima tidaknya sholat tergantung pada niat dan kekhusyukkannya, pada ketaqwaannya bukan seberapa bagus rukuhnya.
Bukan berarti rukuh harus murahan atau jelek, tetapi
berlebih-lebihan pada sesuatu yang tidak "diminta" Allah pemlik alam
ini yang justru mengabaikan hal essensial yang harus disungguh-sungguhi adalah
satu keburukan.
Dalam kasus yang hampir sama. seseorang memakai jam tangan seharga
ratusan juta bahkan milyaran. Semahal apapun jamnya, berdetak dalam waktu yang
sama, sehari tetap saja 24 jam. Tidak juga menjamin waktu yang ditunjukkan oleh
jam itu menghasilkan pahala yang besar di sisi Allah Ta'ala bukan?
Bukankah yang berharga itu waktunya?
Sebuah jam tangan menjadi berharga ketika jam itubisa mengingatkan
pemakainya pada waktu-waktu sholat yang harus dijaganya, pada
kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikannya atau pada janji-janji yang harus
ditepatinya.
Hanya saja hawa nafsu seseorang memang membuat seseorang itu
bersibuk-sibuk dengan hal-hal yang menyenangkan hatinya bukan pada apa yang
mengundang keridhaan Allah Azza wa Jalla, Pemilik Waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar