Rabu, 21 Mei 2014

SEPATUKU OH...



Dulu ketika sekolah dari SD - SMA tidak pernah beli sepatu yang bermerk. Selalu sepatu yang masa pakainya berkisar 6 bulan- 1 tahun, itupun sudah dibantu dengan dijahitkan di sol sepatu. Dan cuman punya satu.
Padahal berkesempatan sekolah di sekolah-sekolah favorit di kota Solo sudah barang tentu banyak dari teman-temanku adalah anak orang kaya, dimana segala peralatan sekolah mereka terutama sepatu bermerk seperti Nike yang paling top kala itu.
Bersyukur jaman itu tidak ada budaya bully membully sehingga diriku bisa sekolah dengan tenang dan tentram meski dengan modal terbatas.

Memasuki masa kuliah tetap dengan 1 sepatu dan kualitas yang sama hingga memasuki senester 2 saya punya uang lebih dikit dan kebetulan di Matahari Solo ada discount sepatu hingga 20 % kalo tidak salah. Maka punyalah diriku untuk 1 kalinya punya sepatu pantofel bermerk, entah merknya apa yang jelas lebih bagus dari sepatuku yang biasa. Ternyata enak pake sepatu (agak)mahal, empuk dan dipakai jalan nyamanyaa ....

Baru beberapa hari sepatu itu kupakai, ada acara daurah PAI di masjid Syuhada menginap. Saya datang menjelang maghrib bersama seorang teman. Tanpa pradangka dan was was, saya letakkan sepatu di tangga bersebelahan dengan sepatu teman saya.
Selesai sholat maghrib, saya dapati sepatu mahal saya yang pertama telah hilang. Sedang sepatu temannya saya masih ada dengan manisnya. Aduuh kasihan deh gue...kok ya tahu ya sepatu baru?

Berhubung sepatu saya cuman satu terpaksa saya harus beli sepatu lagi. Setelah merasakan enaknya pake sepatu (agak)mahal jadi berat banget kembali ke selera asal. Habis sepatu yang hilang itu empuuk banget. Akhirnya saya beli lagi sepatu bermerk yang lebih mahal dari yang hilang. Lupa saya, pakai uang apa dulu itu mengingat harga sepatu lebih dari separo jatah bulanan saya .

Baru tahu selera memang susah untuk turun.
Bagaikan pajak, akan selalu naik, naik dan terus naik. Menuntut pemuasan keinginan yang semakin lama akan semakin bertambah.
Kesadaran untuk mengendalikan keinginan tak hanya karena pertimbangan uang  semata tetapi lebih karena sifat Qanaah itu susah ada ketika keinginan selalu diperturutkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar