Malam itu, ada panggilan telpon masuk di apotek. Terdengar suara yang lemah di ujung telpon:
"Mbak, gadhah obat penghilang nyeri sing warnane oranye mboten?
"Obate jenenge nopo mbak?"
"Niku obat penghilang nyeri sing ngga loro kanker koyo kula, nek ngombe obat niku langsung mari mbak?"
"Wonten resepe mboten?"
"Mboten enten, enten mboten mbak? Nek wonten mbok tulung diterke riki.."
Dan pembicaraan pun berulang-ulang, tanpa ada nama obat yang dia sebutkan.
Dia ingin aku mengerti apa obat yang dia maksud, untuk bisa mengurangi rasa sakit yang dideritanya.
Aku tercenung, bisa memahami apa yang dia rasa sampai terlihat bingung seperti itu.
Tak lama berselang, datang suaminya. Membawa resep yang difotokopi.
Membaca resep yang dia bawa, langsung mahfum dengan kebingungan dan kekalutan penelfonku tadi. Sebuah resep analgetik golongan morphin , untuk pasien kanker terminal.
"Pak, obat niki mboten saged ditumbas tanpa resep dokter, jenengan kedah nyuwun resep kalih dokter ingkang ngrawat garwane", kula caosi penghilang nyeri sanese kangge sementara purun?"
"Wonten kok bu teng griyo".
Sepulang suaminya, aku masih termenung.
Mendadak aku merasakan tubuhku begitu ringan, jika kelelahan dan segala keluhan yang dirasa masih bisa hilang dengan tidur, tidaklah pantas untuk dikeluhkan sepertinya ya.
Sehat memang nikmat yang banyak orang tak menyadarinya.
"Mbak, gadhah obat penghilang nyeri sing warnane oranye mboten?
"Obate jenenge nopo mbak?"
"Niku obat penghilang nyeri sing ngga loro kanker koyo kula, nek ngombe obat niku langsung mari mbak?"
"Wonten resepe mboten?"
"Mboten enten, enten mboten mbak? Nek wonten mbok tulung diterke riki.."
Dan pembicaraan pun berulang-ulang, tanpa ada nama obat yang dia sebutkan.
Dia ingin aku mengerti apa obat yang dia maksud, untuk bisa mengurangi rasa sakit yang dideritanya.
Aku tercenung, bisa memahami apa yang dia rasa sampai terlihat bingung seperti itu.
Tak lama berselang, datang suaminya. Membawa resep yang difotokopi.
Membaca resep yang dia bawa, langsung mahfum dengan kebingungan dan kekalutan penelfonku tadi. Sebuah resep analgetik golongan morphin , untuk pasien kanker terminal.
"Pak, obat niki mboten saged ditumbas tanpa resep dokter, jenengan kedah nyuwun resep kalih dokter ingkang ngrawat garwane", kula caosi penghilang nyeri sanese kangge sementara purun?"
"Wonten kok bu teng griyo".
Sepulang suaminya, aku masih termenung.
Mendadak aku merasakan tubuhku begitu ringan, jika kelelahan dan segala keluhan yang dirasa masih bisa hilang dengan tidur, tidaklah pantas untuk dikeluhkan sepertinya ya.
Sehat memang nikmat yang banyak orang tak menyadarinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar