Wanita muda itu sepertinya tidak memperoleh pendidikan dan
pengasuhan yang selayaknya sewaktu kecil. Cara bicaranya susah dipahami,
Kemampuan membaca dan menulisnya tak lebih dari kemampuan anak kelas 1 SD,
kemampuannya berhitung sebesar uang yang dimilikinya, dan dia hampir tidak
pernah bepergian kecuali sejauh jangkauan kakinya.
Dan dia seorang ibu.
Seorang ibu yang tidak bisa bersenandung untuk menidurkan anaknya, tidak bisa mengajari anaknya menyanyi apalagi mengaji. Kekasarannya memperlakukan anaknya bisa jadi menggambarkan bagaimana dia diperlakukan ketika kecil. Ekspresi kasih sayangnya pada anaknya kadang terlihat begitu absurd.
Tetapi tetap saja dia seorang ibu, seabsurd apapun dia memperlakukan anaknya tetap saja kasih saying seorang ibu tertangkap dalam hati anaknya, hingga bagaimanapun dia memperlakukan anaknya, sang anak tetap mencari ibunya sepulang sekolah, mencari ibunya ketika sang anak merasakan ketidaknyamanan pada dirinya. Meskipun dia tidak mendapatkan kelembutan dari ibunya.
Seorang ibu yang tidak bisa bersenandung untuk menidurkan anaknya, tidak bisa mengajari anaknya menyanyi apalagi mengaji. Kekasarannya memperlakukan anaknya bisa jadi menggambarkan bagaimana dia diperlakukan ketika kecil. Ekspresi kasih sayangnya pada anaknya kadang terlihat begitu absurd.
Tetapi tetap saja dia seorang ibu, seabsurd apapun dia memperlakukan anaknya tetap saja kasih saying seorang ibu tertangkap dalam hati anaknya, hingga bagaimanapun dia memperlakukan anaknya, sang anak tetap mencari ibunya sepulang sekolah, mencari ibunya ketika sang anak merasakan ketidaknyamanan pada dirinya. Meskipun dia tidak mendapatkan kelembutan dari ibunya.
Hingga suatu hari kulihat suatu gambaran yang
sangat menakjubkan dari bentuk ikatan ibu dan anak. Saat sang anak tengah
bermain, saat itu si anak masih TK, tiba-tiba turun hujan, segera saja dia
berlari kencang ke arah rumahnya sambil berteriak” Bu..bu..udan..udan bu..
memehane(jemurane) dientasi bu” Demikian dia teriak-teriak untuk memberitahu
ibunya, agar jemuran ibunya tidak kembali basah karena hujan. Masya Allah…meski
si anak tidak diasuh sebagaimana anak-anak pada umumnya tetap saja ada
kepedulian si anak kepada ibunya untuk hal yang paling kecil sekalipun seperti
halnya masalah jemuran tadi.
Begitulah istimewanya ikatan ibu dan anak. Tak
tergantikan. Mungkin perasaan semacam itulah yang begitu dirindukan hingga
terjadi kasus jual beli anak. Tetapi bagaimana mungkin ikatan yang merupakan
settingan Allah azza wa jalla bisa dihadirkan dengan cara yang dzalim seperti
itu?
Kerinduan akan hadirnya anak memang bisa dipahami
sangat besar, tetapi ada hak Allah yang jauh lebih besar untuk dipenuhi yaitu
bersyukur dengan segala pemberianNya dan ridha dengan ketentuanNya. Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar