Ini kejadian sudah lama, seorang ibu datang ke
apotek kemudian bertanya,” Bu, ada obat untuk terlambat datang bulan ?”.
Saya suka ilfiil jika ada yang tanya seperti
ini, biasa langsung kujawab,” terlambat berapa hari?”
Ibu itu pun menjawab,” sudah 15 hari”.
“Sudah dicek dengan tes pack belum”, tanyaku
selanjutnya.
“Alaah bu, anakku sudah 3, masak belum tahu aku
hamil atau tidak”, jawab ibu itu.
Betul bukan, prasangka burukku terbukti. “Jadi,
jenengan sudah tahu kalo hamil, lalu kenapa malah cari obat untuk terlambat
bulan?’, tanyaku agak jengkel.
“Anakku sudah 3 bu, aku tidak ingin punya anak
lagi”, ibu itu masih membela perbuatannya.
“Bukankah ada bapaknya, ada yang bertanggung
jawab, mengapa harus ditolak rizqi yang Allah beri?”.
Jengkel
rasanya, apa hak dia menghalangi kehidupan yang Allah kehendaki dalam rahimnya?
Begitu banyak pasangan suami istri mendambakan kehadiran anak dalam kehidupan
rumah tangga mereka, mereka yang diberi karunia malah ingin menghilangkannya.
Kalau kehamilan yang terjadi dalam rumah tangga yang sah saja ingin
dihilangkan, bagaimana jika terjadi di luar pernikahan? Sungguh suatu
kedzaliman yang besar terhadap Allah ta’ala.
Beberapa bulan setelah kejadian itu, ibu itu
datang lagi ke apotek. Sebenarnya aku sudah tidak ingat padanya, tetapi dia
langsung berkata ” Bu, aku dosa tenan kalih jenengan”. “Lho, kok sama aku?”
jawabku keheranan.
“Iya, sehabis dari sini dulu, bapakke tahu aku
hamil dan seneng banget ngerti aku hamil maneh. Akhirnya kehamilanku kurawat
tetapi setelah usia 5 bulan aku kecapekan terus pendarahan, aku sempat bedrest
tetapi akhirnya janinku tidak bisa bertahan, janinku meninggal. Gelane aku
mbak…”, cerita ibu itu menjelaskan kejadian yang menimpanya.
Aku tak menyangka kejadiannya akan seperti itu,
“Bukan sama aku jenengan le dosa, tetapi sama Allah, mohonlah ampun kepada
Allah atas niat buruk yang pernah terlintas, moga2 Allah mengampuni kesalahane
jenengan’, hiburku.
Aku tercenung beberapa saat setelah ibu itu
berlalu. Banyak manusia tidak tahu akan nikmat yang diterima, alih-alih dia
jadi bersyukur yang terjadi malah nikmat itu mengantarkannya pada
kemaksiatan yang besar pada Allah azza
wa jalla. Beruntung jika dia sempat menyesalinya jika waktu untuknya telah
habis, mau menyesal…? Astaghfirullahal adzim
Kuceritakan kejadian yang agak lama ini, semoga
bisa diambil hikmahnya dan mengingatkan untuk mensyukuri dan merawat nikmat
Allah yang bernama Anak.