Minggu, 24 Februari 2013

DI KALIURANG



Saat liburan beberapa waktu lalu, kami menemani ponakan2 bermain di kaliurang. Hari masih pagi ketika kami sampai di kawasan tlogo putri, Kaliurang. Kawasan wisata tlogo putri kaliurang sejak erupsi merapi tak seramai dulu, meski di pelataran parkir dan warung2 makan sudah kembali rapi tidak demikan halnya di bagian dalam tlogo putri. Pohon-pohon yang tumbang masih dibiarkan di sana-sini, jalan ke arah puncak plawangan tertutupi ranting-ranting pohon.
Puncak plawangan adalah puncak tertinggi dari tlogoputri ini, dari sini bisa terlihat jelas puncak gunung merapi bahkan sampai kinahrejo, desa tempat tinggal mbah marijan. Pemandangannya kata ibu2 yang menjual makanan & minuman sangat bagus. Sayang lumayan jauh dan menanjak. Berhubung napasku mengkis2 kalo jalan menanjak, aku langsung pamit ketika diajak naik ke plawangan. Alhasil suamiku naik ke atas bersama dengan 5 ponakanku dan aku berbalik arah ke pintu keluar.
Ketika suamiku naik ke atas, aku baru sadar kalo mereka tidak membawa minuman dan lebih parah lagi dompet suamiku pun terbawa olehku. Waduuh bagaimana kalo mereka kehausan? Ketika mereka turun suamiku bercerita, saat mereka naik mereka ditemani oleh seorang ibu penjual makanan minuman yang dibawa dengan gendongan, ibu itu berjualan di atas.  Ketika melihat anak-anak kecapekan dan terlihat kehausan, ibu itu menawari dagangannya. “Niku lare-larene sami ngelak pak, ditumbaske minuman niki lhe pak”. Suamiku menjawab,” dompet kula keri bu”. “ Mboten nopo2 pak, dipundhut riyin mawon mesaake lare-larene’, kata ibu itu lagi. “Trus mangke kula mbayare pripun?’ tanya suamiku. “Gampil pak, mangke meng titipke kanca kula sing mande teng ngandhap, titip ngge bu siti mangke pun mudeng”, ibu itu terus meyakinkan suamiku. Meski awalnya ragu-ragu karena tidak enak hati, akhirnya suamiku beli juga 6 botol minuman untuk ponakanku.
Begitu turun segera suamiku mengambil dompet dan segera mencari teman ibu itu tadi untuk membayar minuman. Ternyata memang langsung dimengerti oleh teman penjual ibu itu tadi.Kejadian itu  begitu berkesan buat suamiku, betapa si ibu penjual begitu percaya pada orang yang baru ditemuinya. Kalaulah itu taktik berdagang, bukankah kemungkinan dia rugi sangat besar? Enam botol minuman bukan jumlah sedikit untuk klas penjual gendongan seperti dia. Kemudian ternyata juga ada saling kepercayaan antar penjual itu, percaya bahwa temannya akan menyampaikan uang yang dititipkan padanya.
Sifat amanah, berprasangka baik dan saling tolong menolong  dengan tulus memang sangat indah, dan itu akan sangat terasa di hati siapapun yang melakukannya.  Pelajaran moral yang di dapat dari seorang penjual minuman, dari kawasan tlogo putri kaliurang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar