Ada sepasang suami
istri muda bermata pencaharian sebagai pengelola toilet umum di sebuah pasar,
ditambah kerja serabutan suaminya di luar itu, sepertinya mereka hidup “cukup”
dengan 2 orang anak mereka.
Sampai suatu ketika Allah menakdirkan sebuah musibah pada keluaga tsb, sang suami jatuh saat hendak memasang spanduk, mengakibatkan tulang pahanya patah. Meski memegang kartu jamkesmas, dibawa suaminya ke sebuah RS swasta untuk menjalani operasi, karena khawatir suaminya tidak akan mendapat pertolongan segera jika menggunakan jamkesmas, biaya berjuta-jutapun disanggupinya dengan harapan suaminya segera tertolong. Ujian belum berakhir , operasi yang telah dilakukan tidak membuat suaminya kunjung membaik, bahkan merasakan sakit yang berdenyut-denyut di luka operasinya meski dari luar terlihat luka sudah sembuh, ternyata terjadi infeksi di tulang tempat dipasangnya pen sehingga terdapat penumpukan nanah yang mengakibatkan nyeri yang sangat. Maka dilakukanlah operasi kedua. Operasi kedua juga belum berhasil sampai akhirnya dilakukan operasi ketiga. Operasi ketiga menggunakan kartu jamkesmas karena dia bilang, “Kula pun mboten gadhah dana mbak”
Sampai suatu ketika Allah menakdirkan sebuah musibah pada keluaga tsb, sang suami jatuh saat hendak memasang spanduk, mengakibatkan tulang pahanya patah. Meski memegang kartu jamkesmas, dibawa suaminya ke sebuah RS swasta untuk menjalani operasi, karena khawatir suaminya tidak akan mendapat pertolongan segera jika menggunakan jamkesmas, biaya berjuta-jutapun disanggupinya dengan harapan suaminya segera tertolong. Ujian belum berakhir , operasi yang telah dilakukan tidak membuat suaminya kunjung membaik, bahkan merasakan sakit yang berdenyut-denyut di luka operasinya meski dari luar terlihat luka sudah sembuh, ternyata terjadi infeksi di tulang tempat dipasangnya pen sehingga terdapat penumpukan nanah yang mengakibatkan nyeri yang sangat. Maka dilakukanlah operasi kedua. Operasi kedua juga belum berhasil sampai akhirnya dilakukan operasi ketiga. Operasi ketiga menggunakan kartu jamkesmas karena dia bilang, “Kula pun mboten gadhah dana mbak”
Syukur
Alhamdulillah, setelah operasi ketiga suaminya berangsur membaik meski masih
perlu perawatan jalan dan kontrol setiap bulannya. Meski luka dan infeksinya
belum sembuh total tetapi suaminya sudah bisa berjalan dengan bantuan tongkat.
Di saat kondisi suaminya belum pulih sepenuhnya, terbetik kabar pasar tempat dia mengais rupiah akan dipindahkan. Berat dia memikirkan bagaimana jika pasar itu benar-benar pindah, satu-satunya suber pencahariannya saat ini.
“Pripun coba mbak
nek pasare pindah gek bojo kula dereng mari-mari, njuk kula arep mangan opo?”keluhya
ketika bertemu denganku. Kupahami beratnya beban yang harus ditanggungnya.
“Berdoa saja ben bojomu cepet mari, terus nek pasare sida pindah, Allah paring
ganti rejeki sing luwih apik, ngono kuwi
luwih menetramkan atimu lan luwih gampang mbok usahake”nasehatku kala itu. “Sesuatu
sing awake dewe ora duwe kuasa di nggo merubah ora usah dipikirke, donga wae
mengko malah manfaat nggo awake dewe”.
“O..nggih.. nggih
mbak” jawabnya lega.
Sungguh aku bersyukur nasehat sederhanaku bisa menentramkan hatinya, bisa dipahami ditengah kerumitan persoalan yang menghimpit seseorang sulit melihat bahwasannya jalan keluar dari persoalan bisa didapat ketika bisa melihat persoalan dengan kacamata lebih sederhana.
dinasehati akan menjawab,"Kamu tidak merasakan apa yang kurasakan”.
Jika begini selesai sudah, takakan ada nasehat yang akan masuk meski sebagus apapun nasehat itu.
Agaknya kitapun
harus belajar untuk saling menasehati, agar niat kita menasehati tidak
disalahpahami dan ketika dinasehatipun bisa melihat kebaikan dari nasehat
tersebut.
Karena seorang dokterpun suatu saat akan mengalami jadi pasien juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar